June 28, 2017

REVIEW : JAILANGKUNG


“Jailangkung, jailangkung. Disini ada pesta kecil-kecilan. Datang gendong, pulang bopong.” 


Dilepas di bioskop tanah air pada tahun 2001 silam, film horor bertajuk Jelangkung yang diarahkan oleh duo Rizal Mantovani – Jose Poernomo memperoleh sambutan sangat antusias dari masyarakat Indonesia dan dianggap sebagai salah satu film yang berjasa dalam membangkitkan kembali perfilman Indonesia dari mati suri menahun bersama Petualangan Sherina serta Ada Apa Dengan Cinta?. Kesuksesan yang direngkuhnya lantas melahirkan dua sekuel (Tusuk Jelangkung, Jelangkung 3), sebuah spin-off (Angkerbatu), dan sebuah prekuel (Cai Lan Gong) yang sebagian besar memperoleh resepsi kurang memuaskan. Di tengah mengemukanya tren membangkitkan kembali film yang telah mempunyai ‘nama besar’ pada dua tahun terakhir dan menyadari bahwa masih banyak kisah yang bisa dieksplorasi lebih jauh khususnya berkenaan dengan mitologi permainan jailangkung, rumah produksi Screenplay Films bekerjasama dengan Legacy Pictures lantas memutuskan merekrut duo Rizal-Jose untuk menggarap versi terbaru dari Jelangkung yang diberi judul Jailangkung. Bukan sebentuk film kelanjutan melainkan lebih mendekati ke reboot, Jailangkung tidak memiliki keterkaitan dengan versi terdahulu disamping keterlibatan kedua sutradara yang dipercaya menahkodai proyek besar ini plus penggunaan permainan tradisional bernuansa mistis sebagai penggerak roda penceritaan.

Jailangkung menempatkan fokusnya pada keluarga Wijanarko yang mengalami kemalangan selepas sang kepala keluarga, Ferdi (Lukman Sardi), ditemukan dalam keadaan koma secara misterius. Tidak ada satupun dokter di rumah sakit yang dapat memberikan diagnosis pasti mengenai penyebab komanya Ferdi memantik salah satu putri Ferdi, Bella (Amanda Rawles), untuk menggali informasi seorang diri yang lantas menuntunnya pada seorang mahasiswa bernama Rama (Jefri Nichol). Menurut Rama yang menaruh minat tinggi terhadap hal-hal berkaitan dengan metafisik, penyebab paling masuk akal bagi kondisi Ferdi saat ini adalah ‘ketempelan’ makhluk gaib. Ada sesuatu yang telah dipanggilnya dari alam lain, namun tidak pernah diantarnya pulang. Guna menyelidiki lebih lanjut, Bella dan Rama meminta bantuan ke seorang pilot, Capt Wardana (Augie Fantinus), yang mengetahui keberadaan Ferdi sebelum jatuh koma. Ditemani Rama, Capt Wardana, serta kedua saudarinya, Angel (Hannah Al Rashid) dan Tasya (Gabriella Quinlyn), Bella pun bertolak ke Pulau Alas Keramat. Di sana, mereka menemukan sebuah rumah gedongan terbengkalai yang konon kerap disambangi diam-diam oleh Ferdi. Berbekal jailangkung, Rama, Bella, dan Angel pun mencoba mendapatkan jawaban atas segala tanya tanpa pernah memperhitungkan konsekuensi besar yang akan mereka terima seusai bermain jailangkung.



Di atas kertas, Jailangkung sebetulnya telah mempunyai segalanya untuk dimanfaatkan sebagai modal dalam mengulangi kejayaan dari versi lawasnya semisal gelontoran dana masif (menurut pengakuan sang sutradara sih, mencapai 10 miliar), barisan pemain berbakat, hingga rancangan teror menjanjikan yang salah satunya melibatkan lelembut dalam wujud sejumlah tenaga kesehatan yang membantu persalinan Angel (ngeri kan?). Namun seperti kita sering alami bersama, ekspektasi kerapkali enggan berjalan beriringan dengan realita. Jailangkung pun, sayangnya, berakhir demikian. Segala konsep menjanjikan yang hendak diusungnya mendadak mentah tatkala diterjemahkan ke bahasa gambar. Sebagai sebuah film yang mengambil fokus di jalur horor, Jailangkung jauh dari kata menakutkan. Alih-alih menyergap penonton dengan teror yang senantiasa membayangi – atau minimal menyebabkan bulu kuduk ini meremang – film lebih sering menempatkan penonton dalam perasaan hampa cenderung jenuh serta membangkitkan hasrat untuk tertawa geli akibat bermunculannya serentetan adegan konyol yang sejatinya tidak diniatkan si pembuat film. Ya, rentetan teror dalam Jailangkung tidak bekerja secara semestinya lantaran timing dalam menggeber penampakan yang kurang tepat guna dan duo Rizal-Jose seolah memandang sepele pentingnya penceritaan untuk membangun teror demi teror. Padahal, salah satu kunci utama dari keberhasilan suatu film horor terletak pada penceritaan hasil dari naskah yang mumpuni. 

Tanpa naskah yang mumpuni, film horor berakhir sebatas parade jump scares yang nihil esensi. Itulah yang dialami Jailangkung. Si pembuat film lebih memilih untuk menggeber penampakan-penampakan sebanyak mungkin yang hampir kesemuanya berlalu begitu saja ketimbang mengelaborasi mitologi seputar pemanggilan arwah menggunakan jailangkung, sejarah sang hantu utama, maupun latar belakang keluarga Wijanarko yang semestinya perlu diketahui oleh penonton guna memancing keterikatan dan ketertarikan. Bisa jadi, ini akibat dari keputusan untuk membatasi durasi hanya mencapai 86 menit yang berimbas pada laju penceritaan cenderung tergesa-gesa dan tidak tersedianya banyak ruang yang tersisa untuk bercerita serta membangun ketegangan. Saya curiga, instruksi untuk penggarapan Jailangkung tertulis begini: durasi tidak perlu panjang-panjang, cerita tidak perlu rumit-rumit, pokoknya asal ada hantu yang kemunculannya diiringi skoring musik mengagetkan saja penonton pasti sudah senang. Apabila memang betul demikian, alangkah mengecewakannya. Beruntunglah bagi Jailangkung mendapat suntikan dana jor-joran untuk mengembangkan visual yang tampak mahal dan memperoleh sumbangsih akting di level cukup dari jajaran pemainnya sekalipun terhalang karakterisasi cethek, sehingga film masih bisa buat dinikmati. Tanpa sokongan dari dua lini ini, maka Jailangkung hanya berakhir sebagai film dengan naskah yang guliran pengisahan berikut dialognya bikin garuk-garuk kepala, penyuntingan yang melompat-lompat kesana kemari menghasilkan adegan kurang koheren, dan jump scares yang sama sekali tidak istimewa. Sungguh sangat disayangkan.

Poor (2/5) 


31 comments:

  1. Kayak nya harus nunggu film Joko Anwar "Pengabdi Setan" agar dapat sensasi menakutkan menonton film indo..
    Bdw gimana dg 2 film lebaran yg lain apakah layak tonton

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya nih. Tiga film horor Indonesia yang aku nantikan kehadirannya pada berakhir mengecewakan. Nggak berharap banyak ke The Doll 2, semoga Pengabdi Setan bisa bagus.
      Hmmm... Film Lebaran yang kamu maksud itu Insya Allah Sah dan SKUT ya? Belum nonton. Tampaknya bakal telat karena lagi nggak minat berdesak-desakkan di bioskop. Hahaha.

      Delete
    2. Wah Makasih Gan Atas Reviewnya Ane Tadinya berekspetasi tinggi sma Nih Film Sebab Di Bawa Rizal & Jose Yg Mahir Buat Film Horror Tapi Ane Maj Tanya Gan Emang masa Sih Nih Film kaga Ada Serem Seremnya Sma kaya Si danunya Prilly Btw Besok Ane Mau Nonton Takutanya Kga Serem Filmnya

      Delete
    3. Ok di tunggu review nya Bro terutama yg SKUT yg ingin saya tonton.
      Kalau Sweet 20 saya suka sekali.

      Delete
    4. @DwiYanto: kalau buatku secara personal sih masih lebih serem Danur. Jailangkung ada satu adegan di tangga darurat yang lumayan, tapi durasinya terlampau singkat dan hantunya pun kurang mengerikan. Terbantu atmosfernya saja. Kalau kamu sudah nonton, boleh lho di-share pendapatnya :)

      @Redo: semoga bisa segera nonton SKUT yaa. Komentar juga dong soal Sweet 20 di bagian ulasannya. Hahaha.

      Delete
    5. Udah di kometarin kok tapi gak di kasih nama itu saya yg komentar ttng versi koreanya lebih ngenah dari versi indo tapi kalau urusan komedi yg indo lebih banyak tepat sasaran dibandingkan versi aslinya.

      Delete
  2. Ini film ..paling mengecewakkan dari seorang rizal mantovani dan seakan2 mmbuat citra buruk ..jelangkung..aduh sumpah..sejak durasi bergulir ..ngedumel aja ..spnjang sisa durasi..cerita tergesa2..jump scare kacangan..ah pokonya ..parah ..yg mu nntn ekspektasi ..di tekan serendah mungkin ..saya jamin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Beginilah kalau film dibuat dengan terburu-buru. Rentang waktu dari selesai syuting sampai tayang di bioskop hanya sebulan saja. Tak heran hasilnya nggak maksimal. Rizal makin kesini makin mengecewakan :(

      Delete
    2. Setuju bgt gan. Saya juga sampe pengen walk out dr bioskop. Sbg penggemar film jelangkung dan karya2 horornya rizal (spt Taring, dsb) saya jd kesel bgt. Mrnding klo ga niat buat sekuel ya ga usaj dibuat, malah ngerusak citra aja. Saya rasa film ini dibuat utk alay2 fansnya jefri nichol (yg aktingnya kosong dan kyk org lemot) dan amanda rawles aja. Yg udh pasti nonton ini film. Kan mereka lg digandrungi tuh sm abg kelas c-d. Karena ketauan bgt klo sineas seolah2 kyk mengunderestimate kan bgt tingkat intelijensia penonton klo dr dialog dan penyutradaraannya.

      Delete
    3. Padahal Jefri Nichol dan Amanda Rawles termasuk bintang muda yang bagus lho (chemistry mereka apik sekali di Dear Nathan). Cuma yaaa, naskah dan pengarahan sutradaranya nggak memungkinkan mereka buat akting bagus alhasil disini jatuhnya malah jadi annoying :(

      Delete
  3. Jelek banget filmnya. Aku sedih nontonnya padahal udah dibelain antri panjang dan expect tinggi. Ternyata cuma gitu doang dan hantunya nggak serem sama sekali. Jauhhhhh kalau dibandingin sama Jelangkung dulu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hantunya malah lebih sering keliatan konyol buatku ketimbang serem.

      Delete
  4. Mengecewakan bgt. Dan sayang ya penonton nya udh capai 600 ribu lebih

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terbantu sekali oleh brand-nya yang well known. Penonton ingin menonton film ini semata-mata karena kesan bagus dari Jelangkung versi 2001.

      Delete
  5. Batal nonton deh...saya kira melampui jelangkung yang pertama

    ReplyDelete
  6. Bang udah bikin review film "Rumah Malaikat (2016) belum? Di beranda kok belum ada,bang? :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Waktu itu emang sengaja aku lewatin reviewnya. Males bikin, nggak suka sama sekali ke filmnya sih. Hahaha.

      Delete
    2. Wah,kenapa? Soalnya kata temanku filmnya sedikit kecewa dan akting mereka kurang mendapat (kecuali Roweina Umboh mainnya sudah bagus dan Darren (Arjanggi) juga bagus) dan katanya hantu sering muncul tapi belum bisa membangun atmosfer seram padahal konsep cerita terlalu bagus,sih...:)

      Delete
    3. Kenapa jelek atau kenapa nggak diulas? Kalau soal jelek, alasannya kurang lebih serupa dengan temanmu. Kalau soal nggak diulas, Cinetariz emang berusaha mengurangi review film yang nggak bagus kecuali responnya tinggi macam Jailangkung ini :)

      Delete
  7. Saya telat nih, sesudah nonton baru liat review, btw saya sangat kecewa sama film jailangkung ini. Selain ceritanya yang aneh cenderung tidak masuk akal, hantunya pun jarang keluar.... menurut saya adegan yg aneh itu ketika mereka kembali lg ke rumah itu bersama ayahnya yg sudah sadar, ada scene dimana si ayah sudah tau bahwa jalan terdekat menuju rumah itu tidak boleh dilewati karna angker tetapi si ayah malah membolehkan menuju jalan itu (lol bgt ga si) lalu pas sang ayah hilang di hutan anak2nya ga ada yg notice terus setelah mereka melakukan ritual baru deh nyari bapaknya �������� kenapa ga pas sampe depan gerbang bapaknya di cari kan aneh ya, lalu hantu ibunya tidak kelihatan seperti hantu (napak+cantik) ga seru bgt parah padahal trailernya lumayan bikin penasaran.... kecewa oh kecewa..... yg lebih aneh lagi menurut saya ketika kakanya lahiran dikuburan terus adeknya dan tmn cowonya ga merasa aneh sama sekali dan gaada dialok tentang ko kakanya bisa melahirkan padahal ga hamil dan juga kenapa dia bs ada dikuburan..... aneh bin ajaib... terakhirnya diperlihatkan seorang bayi yg matanya putih semua.... maksudny apa ya? Kirain si mati anak itu pas dilahirin tiba2 udh gede gitu... eh ternyata bayinya bukan si mati anak... ih ga jelas bgt tu film

    ReplyDelete
    Replies
    1. Benar,mbak... agak membingungkan :'v dan kenapa penontonnya bisa mencapai 1 juta???? Why? Padahal film agak aneh... :')

      Delete
    2. Hahaha. Kamu memberi penjabaran lebih detil soal keanehan film ini dan yang kamu tulis juga bikin aku menggaruk-garuk kepala. Terlalu banyak lubang di ceritanya sehingga adegan satu dengan lainnya terasa nggak nyambung :(

      Delete
  8. Film sampah...bener2 kecewa...bikin rusak perfilm an horor indonesia..pdhl gw berharap film ini lbh serem dr danur..ini boro2...alur cerita aja g jelas...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semoga The Doll 2 dan Pengabdi Setan bisa memperbaiki citra film horor Indonesia lagi ya :)

      Delete
  9. Menurutmu, kalau aku nonton, aku tetep takut gak mas? Hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ah. Kau nonton The Curse saja takut padahal aku terkantuk-kantuk dibuatnya. Jailangkung jelas bakal takut lah. Hahahaha.

      Delete
  10. Film aneh, cerita loncat-loncat, logika cerita gak nyambung. Itu bayi yg tiba2 lahir kayak normal aja?! Beberapa kali ketiduran, sampe bingung mobil n motor yg dipake di pulau terpencil gt nemu dimana (kuncinya).

    Yang paling bagus actingnya cmn butet kertarajasa, kak angel jg cukup oke. Yg lain kyk ngapalin script ajah.

    Lebih bahagia & layak tonton film sweet 20.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku masih bingung sampai sekarang soal 'bayi ajaib' itu. Nggak pernah dijelasin kenapa dan bagaimana. Padahal konsepnya udah bagus, apalagi pas jelang adegan lahiran. Sayangnya jadi mentah karena terasa kayak tempelan aja. Sayangggg banget.

      Delete
  11. Menurut saya pribadi, film Jailangkung versi 2017 ini sangat jauh dari ekspektasi kata-kata "horror". Alur cerita nggak jelas, akting si pemeran utama kurang bagus, cuma bagus di bagian sound.

    Kalau bisa saya bandingkan ya dengan film Danur, saya pribadi lebih suka Danur, kenapa? Karena based on true story which is hantunya juga asli jadi lebih menarik gitu.

    Dan yang saya sayangkan penonton nya sekarang hampir 2jt. Kalau mau nonton pikir-pikir dulu deh mending hehe, jauh sangat dari film Jelangkung 2001, tidak ada seram-seramnya film ini, tapi ya itu saya masih heran kok hampir 2jt yang nonton.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Soalnya brand Jelangkung sebagai film horor yang seram udah melekat banget di masyarakat Indonesia ditambah kecenderungan penonton sini yang mudah penasaran dengan film laris (entah karena ingin tahu letak bagusnya atau cuma sekadar nurutin gengsi) jadi nggak heran cepet banget pertambahan angka penontonnya :(

      Secara personal aku juga lebih menyukai Danur. Walau kacau juga, setidaknya masih bisa merinding saat ngeliat Mbak Asih.

      Delete

Mobile Edition
By Blogger Touch