"They travel on the wind, moving from place to place until they find someone to possess"
Sebelum lahirnya A Girl Walks Home Alone at Night (2014), tidak sedikit publik internasional yang dibuat bertanya-tanya, “bagaimana sih wajah sinema Iran dalam film horor?,” lantaran selama ini referensi atas film asal Iran mayoritas terbatas di sektor drama. Memang sih film vampire berhijab ini merupakan keluaran Negeri Paman Sam, namun paling tidak khalayak ramai memperoleh cukup pandangan bakal seperti apa wujudnya kalau-kalau sineas Persia mencoba mempermainkan rasa takut penonton dalam produk kreatif. Tontonan terbaru kreasi sutradara debutan Babak Anvari yang mewakili Inggris Raya di ajang Oscars tahun depan, Under the Shadow, pun tak beda jauh kasusnya dengan A Girl Walks Home Alone at Night. Memperoleh banyak dukungan dari pemain serta kru berdarah Iran, nyatanya film ini merupakan hasil kerjasama antara Inggris dengan Qatar dan Yordania alih-alih produk lokalan seperti kerap dikira banyak pihak. Berita buruk? Sama sekali tidak. Malahan adanya keuntungan tersendiri tidak terbentur dengan persoalan sensor membuat Under the Shadow lebih lugas dan bebas dalam menyuarakan kegundahan hati si pembuat filmnya terkait mimpi buruk yang terlahir dari situasi sosial politik dan represi terhadap perempuan di Iran. Yang membuatnya terdengar semakin menarik, segala bentuk komentar sosial ini disampaikan melalui film bergenre horor.