July 22, 2015

REVIEW : ANT-MAN


“Pick on someone your own size!” 

Ketika versi layar lebar dari Guardians of the Galaxy diluncurkan tahun lalu ke pasaran, banyak pihak memandangnya sebelah mata karena well, praktis hanya pengikut setia komik Marvel yang benar-benar mengetahui mengenai gerombolan kriminal yang berubah menjadi superhero ini. Tapi lalu, puja puji kritikus dan perolehan dollar yang tinggi seketika membungkam para penyinyir. Marvel Studios membuktikan bahwa mereka dapat membangun tambang emas dari koleksi superhero mereka yang mana saja sekalipun kurang dikenal oleh khalayak luas. Kesuksesan tak terduga petualangan Star-Lord dan konco-konco ini lantas memberi keyakinan pada sesama ‘tokoh terabaikan’ Ant-Man yang dibandingkan para personil lain dalam The Avengers, popularitasnya terbilang paling rendah untuk mencicipi kejayaan serupa. Telah dipersiapkan sejak tahun 1980-an, proyek film Ant-Man ini seolah-olah berjalan di tempat, lalu mengalami perombakan skrip dan sutradara, hingga akhirnya dilepas juga sebagai bagian dari fase kedua Marvel Cinematic Universe pada 2015 ini. 

July 19, 2015

REVIEW : COMIC 8: CASINO KINGS PART 1


“Untung gue sering nonton Meteor Garden!”

Lebih dari setahun silam, Anggy Umbara mempunyai gagasan cukup ambisius dengan mengumpulkan sederet komika yang tengah naik daun untuk berlakon di film komedi laga garapannya, Comic 8, yang seperti versi penuh banyolan dari The Expendables. Memperoleh resepsi yang terpecah belah, antara menyukainya dan membencinya, Comic 8 berhasil membumbung tinggi dalam kaitannya merangkul penonton hingga mencapai angka 1,6 juta yang sekaligus menobatkannya sebagai film Indonesia paling banyak dipirsa tahun lalu. Dengan torehan kesuksesan semacam ini kamu tentu sudah memahami apa yang seharusnya dilakukan oleh Falcon Pictures, menciptakan sekuel. Anggy Umbara yang masih menduduki kursi penyutradaraan lantas mengkreasi film kelanjutan berjudul Comic 8: Casino Kings ini menggunakan serangkaian formula yang diaplikasikan untuk sekuel: lebih besar, lebih megah, dan lebih gila-gilaan dibandingkan jilid sebelumnya. Antisipasi penonton pun telah dibentuk sejak berbulan-bulan silam dengan pemberitaan perekrutan puluhan bintang dan besarnya gelontoran dana untuk Casino Kings. Akan tetapi, satu pertanyaan tertinggal, apakah serba lebih-lebih ini juga berarti Casino Kings lebih baik daripada Comic 8

July 16, 2015

REVIEW : MENCARI HILAL


“Memang bapak paling tahu soal agama, tapi tidak tahu bagaimana cara menjadi ayah yang baik!” 

Apabila saat diminta untuk mendeskripsikan suatu film hanya mempergunakan satu kata, maka tiada kata yang lebih tepat dalam menggambarkan Mencari Hilal kecuali... indah. Ya, sungguh tiada disangka-sangka diri ini akan dibuat jatuh hati sedemikian kuat terhadap garapan terbaru Ismail Basbeth ini. Selama beberapa saat tatkala lampu bioskop mulai dinyalakan, dengan credit title diiringi tembang menghanyutkan oleh Sabrang ‘Noe’ Panuluh, kedua bola mata masih sulit mengarahkan pandangan dari layar yang perlahan tapi pasti mulai menghitam. Apa yang baru saja saksikan? Kenapa tiba-tiba ada bulir-bulir air menggenang di pelupuk mata yang hanya membutuhkan sepersekian detik untuk lantas membasahi pipi? Apa ini disebabkan oleh debu-debu bertebangan karena para staf bioskop mulai beres-beres di dalam ruang pertunjukkan atau semata-mata saya dibuat takjub oleh betapa bagusnya film yang baru saja ditonton bersama segelintir penonton beruntung lainnya? Apapun itu, satu hal yang jelas, tidak mudah seketika mengekspresikan kekaguman terhadap Mencari Hilal sesaat setelah nonton karena ya ada semacam momen yang memaksa diri untuk merenung sejenak dan menetralkan emosi yang telah dihujam sedemikian rupa sepanjang durasi. Mencari Hilal was THAT good

July 15, 2015

REVIEW : SURGA YANG TAK DIRINDUKAN


“Surga yang Mas Amran gambarkan begitu indah. Tapi maaf, bukan surga itu yang aku rindukan.” 

Apakah kamu termasuk penonton yang membutuhkan sapu tangan untuk menyeka cucuran air mata saat menyaksikan Ayat-Ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih, atau paling baru, Assalamualaikum Beijing, di layar bioskop? Lebih mendalam lagi, apakah kamu termasuk penonton yang menggandrungi tontonan melodrama dewasa dengan tuturan kisah seputar lika-liku kehidupan pernikahan? Jika kamu memberikan jawaban ya, bahkan mengharap adanya tontonan serupa, maka film terbaru produksi MD Pictures yang diangkat dari novel rekaan Asma Nadia, Surga Yang Tak Dirindukan, ini kemungkinan besar tidak akan mengalami kesulitan untuk merebut hatimu. Tapi jika tidak, well... mungkin membutuhkan perjuangan lebih untuk menyukainya. Problematika yang dikedepankan pun tidak jauh-jauh dari mengarungi bahtera rumah tangga yang sekali ini dihadang ombak besar berwujud poligami dengan premis yang sekaligus menjadi pertanyaan kunci untuk dihadapkan pada penonton, “apakah mungkin bersikap adil, sabar, serta ikhlas dalam sebuah rumah tangga yang di dalamnya terdapat lebih dari satu istri? Bisakah pernikahan harmonis dicapai saat sang suami berpoligami?.” 

July 13, 2015

REVIEW : THE GALLOWS


Mungkin membutuhkan waktu cukup lama bagi penonton awam untuk menemukan jawaban yang tepat atas pertanyaan, “kapan terakhir kali film seram berkonsep found footage mencengkrammu erat?” sementara bagi pecinta tontonan horor kelas berat, bisa jadi jawabannya ditemukan pada The Taking of Deborah Logan (surprisingly good!). Dimanapun posisimu, sulit untuk ditampik bahwa semakin langka menemukan sajian yang meninggalkan kesan mendalam pada subgenre ini dengan Hollywood berulang kali meluncurkan tontonan berkualitas menyedihkan – halo, Devil's Due dan The Pyramid! – ke layar perak dalam beberapa tahun terakhir sehingga tak mengherankan jika lantas skeptisisme melanda para penggemar film horor found footage. Kepercayaan yang mulai meluntur ini pun tampaknya belum bisa dibangkitkan dalam waktu dekat oleh sajian terbaru dari Blumhouse Productions, rumah produksi yang memberi kita Paranormal Activity, Insidious, dan seabrek film horor lain, bertajuk The Gallows yang sekalipun berada di level cukup terhormat tapi jelas tidak dibekali daya mencukupi untuk membuat penonton kembali yakin. 

July 11, 2015

REVIEW : THE AGE OF ADALINE


“Tell me something I can hold on to forever and never let go.”

Sepintas, gagasan memiliki kehidupan abadi dengan fisik enggan menua terdengar bagaikan mukjizat karena kamu memperoleh banyak kesempatan untuk mewujudkan mimpi tanpa dikekang oleh sempitnya waktu. Akan tetapi, bagaimana jika ternyata diperkenankan mengarungi kehidupan lintas dekade tidaklah seindah yang dibayangkan? Dengan keistimewaan hanya dapat dirasakan oleh diri sendiri, secara otomatis ada paksaan untuk merelakan kepergiaan orang terkasih waktu demi waktu... dan ini lebih menyiksa, bahkan menakutkan, dibanding menua. Bukan begitu? Paling tidak persis seperti itulah perasaan Adaline Bowman (Blake Lively) di The Age of Adaline. Saat banyak manusia mendamba kehidupan abadi, Adaline justru menganggapnya sebagai kutukan lantaran pengalaman hidup selama puluhan tahun berujung pada satu kesimpulan: mustahil menggenggam erat cinta sejati tatkala cepat atau lambat cinta tersebut akan terlepas sementara dirinya tetap berada dalam keabadian yang akan menuntunnya kepada cinta yang lain. 

July 8, 2015

REVIEW : CAT A.W.O.L


Apakah kamu salah satu dari jutaan pecinta film yang kesengsem dengan kisah percintaan unyu-unyu menggemaskan antara Mario Maurer dengan Baifern Pimchanok di A Little Thing Called Love? Atau mungkin balada percintaan mengharu biru Mario Maurer dengan Witwisit Hiranyawongkul dalam The Love of Siam? Jika ya dan mengharap ada tontonan asal Thailand yang kurang lebih serupa, maka gelaran terbaru dari rumah produksi sama, Sahamongkol Film International, berjudul Cat AWOL (berarti Kucing Hilang) ini bisa kamu cicipi. Mengusung genre komedi romantis yang mengandalkan kekuatan akting Baifern Pimchanok bersama Arak Amornsupasiri di garda terdepan, Cat AWOL tak saja akan membuatmu terhibur berkat jalinan pengisahannya yang dirangkai secara cukup manis maupun guyonan-guyonan konyol khas film negeri Gajah Putih, tetapi juga parade kucing-kucing menggemaskan yang akan membuat para pecinta kucing mengalami meowgasm di dalam gedung bioskop. 

July 4, 2015

REVIEW : YAKUZA APOCALYPSE


Saat berencana melahap film hasil olahan Takashi Miike, antisipasi kemunculan konten yang tersusun atas kekerasan tergambar brutal, seksualitas menyimpang, humor-humor nyeleneh, hingga visualisasi over-the-top cenderung menggelikan. Tidak kesemuanya memang selalu hadir di film-film garapannya, terkadang Miike juga menggarap film ramah keluarga, tetapi seringkali jika beliau sedang ‘kumat’ maka setidaknya sebagian (atau malah semua!) elemen ini dapat kamu jumpai disertai gaya penceritaan ‘suka suka gue’ yang bisa jadi akan membuat mereka yang tidak akrab dengan style si sutradara pusing tujuh keliling. Dan, seperti itulah garapan terbarunya, Yakuza Apocalypse, yang melibatkan aktor asal Indonesia, Yayan Ruhian (The Raid). Imajinasi liar tanpa batas dari Miike entah datangnya dari mana – mungkin mimpi buruk di siang bolong – diejawantahkan ke dalam bahasa gambar yang mencampuradukkan yazuka dengan vampir, dan kodok hijau raksasa yang jago tarung. Absurd is an underrated word to describe this movie
Mobile Edition
By Blogger Touch