April 20, 2014

REVIEW : ME & YOU VS THE WORLD


“Cinta itu tak mengenal usia. Tapi cinta itu mengenal rasa.” 

Tidak bisa mengingat dengan jelas kapan sebuah film adaptasi novel percintaan yang menempatkan remaja SMA dalam sorot utama penceritaan berhasil membuat perhatian saya tertahan – satu hal pasti, tidak ada satu pun dari tahun lalu. Ketimbang memuaskan, rata-rata menjelma sebagai suguhan yang menjemukan. Apakah ini sebuah pertanda bahwa saya tidak lagi cocok menikmati sebuah film dengan target pasar utama adalah para remaja usia belasan? Tentu itu bukan menjadi alasan. Sebuah film remaja yang bagus, tentunya bisa dinikmati semua kalangan. Untuk saya, Me & You vs The World arahan Fajar Nugros termasuk salah satu dari sedikit yang berhasil. Memang, menilik dari sisi penceritaan tidak terlampau istimewa dan bisa dikatakan klise, namun Me & You vs The World masih begitu menyenangkan untuk disimak. Terlebih, segala kenangan manis dan pahit saya semasa SMA pun turut kembali mengemuka saat menyaksikan film ini.

Didasarkan pada novel karangan Stanley Meulen, Me & You vs The World memperkenalkan penonton kepada Sera (Dhea Seto), seorang gadis SMA kutu buku yang kehidupan sosialnya hanya berkisar di sekolah. Nilai-nilainya memang sempurna, kedua orang tua serta para guru menyayanginya, akan tetapi, sebagai seorang remaja kehidupan Sera berjalan begitu hambar dan monoton. Nyaris tidak ada kesenangan di dalamnya. Segalanya berangsur-angsur menemui titik perubahan saat takdir mempertemukannya dengan Jeremy (Rio Dewanto) yang mencoba mengenalkan konsep ‘Menaklukkan Dunia’ kepada rekan-rekan sekolahnya. Menentang keras di awal, tanpa disadari Sera menemukan sebuah dunia baru yang selama ini tidak pernah dirasakannya yang membuatnya jatuh hati. Sera menerima ajakan Jeremy untuk menyelami kehidupan penuh kebebasan dan suka cita ini lebih dalam – bahkan membuatnya rela menanggalkan predikat siswi teladan. Segalanya memang tampak baik-baik saja dan mengasyikkan... hingga Sera dan Jeremy bertindak melampaui batas. 

Klise? Memang. Me & You vs The World beranjak dari sebuah novel remaja dengan kadar keklisean tinggi yang memudahkan siapapun untuk menebak kemana sederetan konflik yang diapungkan akan bermuara. Tapi apa ini berarti buruk? Tidak. Bagus atau tidak, menarik atau tidak, sebuah film tidak ditentukan oleh seberapa klise (atau seberapa inovatif) jalinan pengisahannya melainkan bergantung kepada penanganan yang terampil sehingga saat disajikan mampu menggugah selera penonton. Dan... Fajar Nugros berhasil melakukannya untuk Me & You vs The World. Beruntung, dia diberkahi tim yang solid sehingga meski serba klise dalam penuturannya, film produksi Rapi Films ini masih dapat hadir sebagai sebuah tontonan yang jenaka, mengasyikkan, manis sekaligus menyentuh. Para penonton usia belasan akan dengan mudah menggilainya, sementara mereka yang telah menapaki usia dua puluh ke atas masih bisa menikmatinya terlebih bagi yang memiliki banyak cerita tentang masa-masa SMA. 

Kekuatan utama dari Me & You vs The World bersumber dari departemen akting, naskah, dan musik. Rio Dewanto dan Dhea Seto yang ditempatkan di garda terdepan mampu menunjukkan performa yang solid dengan chemistry yang terajut secara meyakinkan dan bisa dipercaya. Mengingat telah terbiasa di ranah romansa, Rio Dewanto seolah tiada mengalami kesulitan berarti. Dia mampu menampilkan ekspresi dan reaksi yang tepat dalam konflik yang dihadapinya, memberikan ‘bantuan’ kepada Dhea Seto tentang apa yang seharusnya dilakukan. Kehadiran deretan pemain pendukung pun menguatkan posisi para pemeran utama. Mereka mendapat porsi penting dan bukan sekadar pengisi ruang kosong belaka. Salah satu yang menonjol adalah Gofar Hilman – sebagai Baron, sahabat Jeremy – yang difungsikan sebagai tokoh yang menghadirkan gelak tawa. Gofar Hilman melakoninya dengan tidak berlebihan, tampak bersenang-senang, dan menghidupkan setiap adegan yang dia jalani. Memberi keceriaan yang dibutuhkan oleh film ini. 

Tapi tentu saja Me & You vs The World tak akan hadir sekuat ini tanpa sokongan naskah olahan Endik Koeswoyo dan skoring musik dari Andhika Triyadi. Tidak sepenuhnya patuh pada sumber asli, Endik Koeswoyo melakukan sejumlah perombakan dan membubuhkan cukup banyak dialog ceplas ceplos yang menyegarkan serta menyuntikkan sedikit kehangatan. Menjadi semakin bernyawa saat Andhika Triyadi turun tangan untuk melakukan tugasnya, menghidupkan setiap adegan dalam film. Salah satu yang terbaik adalah adegan di penghujung film yang berlangsung di India dan melibatkan tarian-tarian. Magis! Kehadiran tembang pengiring yang meminjam vokal merdu Ashilla pun menajamkan suasana yang menggugah dan menyayat hati. Perpaduan (dan peleburan) dari kesemuanya inilah yang menjadikan Me & You vs The World terasa lebih kokoh, hidup, dan mengikat ketimbang film romansa remaja belakangan ini. Menyenangkan.

Acceptable



2 comments:

  1. Terimakasih komentar dan reviewnya... semoga di film berikutnya saya bisa menulis lebih baik lagi... Amiin

    ReplyDelete

Mobile Edition
By Blogger Touch