March 12, 2014

REVIEW : NON-STOP


“I'm not hijacking this plane. I'm trying to save it!” – Bill 

Sebuah kejutan mengasyikkan di kuartal pertama tahun 2014 ini datang dari film arahan Jaume Collet-Serra, Non-Stop. Diberkahi materi promosi yang tidak terlampau mengusik minat untuk segera mencicipinya, tak disangka-sangka ternyata Non-Stop memberikan kualitas hiburan yang melampaui segala pengharapan. Ini adalah jenis tontonan yang akan membuat Anda mencengkeram erat-erat kursi bioskop, enggan untuk meninggalkan kursi nyaman yang Anda duduki di bioskop sekalipun memeroleh ‘panggilan alam’ yang kudu segera dijawab, hingga memandangi layar bioskop lekat-lekat tanpa sekalipun berpaling. Dengan demikian, tentunya ini adalah sebuah thriller yang membiarkan rasa penasaran menguasai diri penonton lantaran jalinan penceritaan yang dikondisikan untuk sulit ditebak dan membiarkan adrenalin penonton dipompa sedemikian rupa (jika perlu hingga menyebabkan kehabisan nafas) karena ketegangan yang tidak pernah menunjukkan tanda-tanda mengendur. 

Liam Neeson yang sebelumnya berkolaborasi bersama sang sutradara melalui Unknown berperan sebagai Bill Marks, seorang air marshall alkoholik dengan kehidupan dan karir yang memilukan, yang tengah bertugas dalam sebuah penerbangan langsung dari New York menuju London. Berharap mampu melewati perjalanan udara ini dengan nyaman, Bill justru menerima pesan teks yang berisi teror dari nomor tak dikenal. Si pengirim meminta Bill untuk mentransfer uang sejumlah $150 juta ke sebuah rekening dalam waktu yang telah ditentukan dan jika Bill berani mengingkarinya... seseorang di pesawat akan mati setiap 20 menit! Mengira ini tak lebih dari sekadar lelucon yang keterlaluan, Bill tak terlalu menganggapnya serius – meski sebenarnya dia diliputi rasa cemas. Namun, situasi yang tadinya cenderung tenang mendadak berubah menjadi mencekam dan sulit untuk dikontrol saat Bill menyadari bahwa ancaman itu nyata adanya. Seseorang telah terbunuh. 

Non-Stop kurang lebih memiliki nada yang serupa dengan sejumlah film aksi-thriller yang dibintangi oleh Liam Neeson belakangan ini (sebut saja dwilogi Taken dan Unknown). Hanya saja, ketimbang ketiganya, aura misteri yang menyelimuti Non-Stop cenderung lebih pekat dan ruang gerak untuk tokoh yang dilakoni Liam Neeson sekali ini terbilang sangat, sangat terbatas (dengan waktu yang terbatas pula!). Tidak banyak yang bisa dilakukannya kecuali mondar mandir di kabin-toilet-kokpit. Menyimak Non-Stop bagai tengah menyaksikan perkawinan antara Red Eye, Flightplan, dan karya termahsyur dari Agatha Christie, And Then There Were None. Penonton dihadapkan pada teror demi teror yang menghujam sang tokoh di sebuah tempat yang tidak memungkinkan bagi seseorang untuk bersembunyi apalagi melarikan diri. Pertanyaan pun menyeruak, “siapa? bagaimana? mengapa?”. 

Tidak ada tersangka utama yang benar-benar patut diwaspadai dan... tidak ada pula tokoh protagonis murni. Setiap penumpang dan kru pesawat memiliki peluang yang sama besar untuk menjadi sang pelaku, termasuk Bill. Ketika masa lalu dari sang air marshall terungkap, para penumpang serta penonton pun mulai meragukan motif Bill yang menjelma sebagai pahlawan dadakan. Pada intinya, tidak ada seorang pun yang bisa Anda percaya. Siapapun bisa menjadi dalang di balik teror keji ini. Tim peracik skenario yang terdiri atas John W. Richardson, Chris Roach, dan Ryan Engle pun tak terburu-buru untuk mengungkap kebenaran dan secara cerdas berhasil membangun ketegangan setapak demi setapak yang mampu menahan penonton untuk tidak meninggalkan gedung bioskop. 

Sejatinya, Anda pun telah diperingatkan oleh si pembuat film melalui judul. Non-Stop memberi arti secara harfiah untuk hiburan penuh ketegangan yang memacu adrenalin yang digeber tiada henti sepanjang 106 menit. Menit-menit awal boleh saja berlangsung kalem, namun sesaat setelah ponsel milik Bill berdenting menandakan adanya pesan teks baru, maka pada saat itulah Anda tidak bisa duduk dengan tenang dan ketegangan pun terjaga secara konstan hingga menit-menit terakhir. Anda dibuat sibuk untuk menerka-nerka apa yang sesungguhnya terjadi, panik (khususnya bagi yang memiliki riwayat claustrophobia dan aerophobia), berdebar-debar, gemas, sampai lemas tak berdaya lantaran emosi benar-benar dipermainkan. Dengan dukungan performa prima dari Liam Neeson beserta pemain pendukung (Julianne Moore dan Michelle Dockery), editing rapat oleh Jim May dan tangkapan kamera yang cekatan, Non-Stop pun tersaji sebagai sebuah hiburan kelas atas yang sangat mengasyikkan. Sebaiknya Anda tidak melewatkan yang satu ini.

Exceeds Expectations



1 comment:

  1. kemaren sempat bingung mau nonton antara 12 years of slave sama non-stop. sampai pada akhirnya milih non-stop. dan ga rugi banget 40rb aku terbuang sia-sia. film ini lumayan mampu mengunci mulut untuk tidak ngobrol sendiri selama di bioskop.

    ReplyDelete

Mobile Edition
By Blogger Touch