September 10, 2013

Short Reviews : PERCY JACKSON: SEA OF MONSTERS & R.I.P.D.


Percy Jackson: Sea of Monsters 

Sutradara asal Jerman, Thor Freudenthal, ditunjuk menggantikan Chris Columbus untuk menggarap Percy Jackson: Sea of Monsters yang sekali ini menyoroti petualangan Percy (Logan Lerman), putra Poseidon, bersama kawan-kawannya dalam mengarungi Amerika Serikat demi menemukan ‘bulu domba emas’ yang berkhasiat untuk menyembuhkan pohon pelindung di Camp Half-Blood yang tengah sekarat. Tak seperti Columbus yang masih sanggup menyuntikkan cukup banyak energi hingga film mencapai klimaks, Freudenthal sudah terengah-engah kehabisan nafas tatkala memasuki pertengahan film. Memang masih ada beberapa kesenangan yang didapat di sini; salah duanya melibatkan taksi gaib dan Nathan Fillion, namun secara keseluruhan, ini adalah sebuah penurunan dari jilid pertamanya. Dengan penceritaan yang begitu mudah ditebak kemana arahnya, Freudenthal tidak memberikan bumbu penyedap sedikit pun demi mengikat penonton sehingga yang terhidang ke penonton adalah sebuah sajian yang datar, hambar, dan menjemukan. Percy Jackson: Sea of Monsters tidak lebih dari dongeng pengantar tidur. 

Acceptable


R.I.P.D. 

R.I.P.D. sejatinya mempunyai apa yang semua Anda cari dalam sebuah film adaptasi komik yang rilis kala musim panas; gelaran efek khusus yang mewah, aksi yang hingar bingar tak berkesudahan dipadukan dengan komedi, dan jajaran pemain yang telah dikenal luas. Ditilik dari premis, film pun sesungguhnya menarik; seorang polisi yang tewas dalam tugas mendapat kesempatan kedua untuk menebus kesalahan dengan bertugas di departemen yang menangani para roh yang mengganggu ketenangan di bumi. Lalu, apa yang salah sehingga menyebabkannya hancur lebur di tangga box office? Well... ketidakmampuan Robert Schwentke dalam menjaga ritme menjadi salah satu penyebabnya. Setidaknya dalam 30 menit pertama, ini adalah sebuah sajian yang menghibur. Tapi ketika misteri yang menyelubungi kisah dipaparkan dengan gamblang, film sedikit demi sedikit mulai kehilangan nyawanya. Ini kian diperburuk oleh chemistry yang nyaris tidak padu antara Ryan Reynolds dan Jeff Bridges, dramatisasi yang gagal merebut hati, dan lontaran humor yang seringkali tidak kena sasaran. Akhirnya, film pun menjadi garing kriuk kriuk. 

Acceptable

No comments:

Post a Comment

Mobile Edition
By Blogger Touch