March 24, 2013

REVIEW : OZ THE GREAT AND POWERFUL


"I don't want to be a good man. I want to be a great one." - Oz

Siapapun di Hollywood yang memiliki niatan untuk menciptakan versi anyar dari The Wizard of Oz, itu berarti dia telah menggali kuburnya sendiri. Untungnya, Sam Raimi masih waras – meski banyak filmnya yang dipenuhi dengan kegilaan – dengan sepenuhnya menyadari bahwa karya Victor Fleming tersebut adalah sebuah klasik yang tidak sepatutnya disentuh secara serampangan. Ini terlalu sakral. Segala bentuk usaha pengopian, entah itu resmi maupun tidak, tidak lebih dari percobaan bunuh diri. Raimi tidak menjadikan film terbarunya, Oz the Great and Powerful, sebagai sebuah remake. Ini adalah prekuel dari film legendaris tersebut yang dasar kisahnya dijumput dari novel-novel ‘Oz’ karangan L. Frank Baum. Apa yang dikulik di sini adalah mengenai awal mula terciptanya sosok ‘The Wizard of Oz’. Dengan tampilan visual yang cerah ceria penuh warna, efek khusus yang megah dan mewah, serta jajaran pemain yang rupawan, Raimi – dan Walt Disney, tentu saja – menghadirkan sebuah petualangan yang seru dan menghibur untuk konsumsi seluruh keluarga. 

Oz the Great and Powerful memulai perjalanan dengan penghormatan penuh terhadap sang pionir yang ditunjukkan melalui pembukaan film yang dihaturkan dalam format hitam putih dengan aspek rasio 1.33 serta kualitas suara yang monophony. Ini setidaknya berlangsung selama Oscar ‘Oz’ Diggs (James Franco), seorang pesulap yang playboy, masih berada di Kansas. Tapi Anda tidak perlu risau, meski sempat diwarnai dengan percakapan yang cukup membosankan, Raimi akan segera menerbangkan Anda ke Oz. Satu dua keributan yang diciptakan oleh Oz membuatnya berakhir di atas balon udara, menerbangkan diri demi mencari keselamatan, namun justru malah mendekatkannya kepada masalah lain, tornado. Seperti halnya Dorothy, Oz pun terjebak dalam pusaran angin dan melihat berbagai hal aneh sekaligus menyeramkan di sana. Setelah beberapa menit yang menegangkan, Oz mendarat di, yah... Oz, yang ditandai dengan berbagai perubahan seperti aspek rasio menjadi 2.35:1, audio 5.1, penuh dengan warna, dan tentunya, 3D. Oh yeah, we’re not in Kansas anymore

Belum sempat Oscar berkenalan dengan tempat asing dimana dia mendarat, kejutan lain telah menanti. Sebuah ramalan menyebutkan bahwa akan datang seorang penyihir ke Oz demi melenyapkan ‘the Wicked Witch’ atau penyihir jahat yang saat ini tengah berkuasa setelah berhasil membunuh Raja Oz. Theodora (Mila Kunis) meyakini bahwa ‘penyihir terpilih’ tersebut adalah Oscar. Dengan segera dia membawa Oscar ke Emerald City dan memperkenalkannya kepada sang kakak, Evanora (Rachel Weisz) yang mengiming-iminginya dengan kekuasaan serta emas yang melimpah ruah apabila Oscar sanggup mengalahkan ‘Wicked Witch’. Meski pada awalnya cenderung ogah-ogahan, pada akhirnya Oscar pun tetap berangkat menunaikan tugasnya memburu sang penyihir jahat dengan melintasi jalanan bata kuning ditemani monyet terbang ceriwis bernama Finley (Zach Braff), boneka keramik China Girl (Joey King), serta penyihir baik hati bernama Glinda (Michelle Williams). 

Tanpa diduga, Oz the Great and Powerful ternyata sanggup menyajikan sebuah hiburan yang benar-benar menyenangkan. Walt Disney melakukan keputusan yang tepat dengan memekerjakan Sam Raimi. Wajar adanya apabila film ini masih belum mampu menandingi kualitas The Wizard of Oz yang sedemikian hebat dan tak lekang oleh waktu tersebut secara keseluruhan. Akan tetapi, dengan teknologi yang telah jauh maju ke depan, memungkinkan Raimi untuk bermain-main dengan efek khusus dalam film teranyarnya ini. Bujet yang disuntikkan oleh Disney hingga mencapai angka $215 juta dimanfaatkannya dengan baik untuk menciptakan ‘Oz’ beserta isinya yang cantik, megah, dan menakjubkan. Yah, tidak benar-benar sempurna terlebih di paruh awal dimana segalanya masih terlihat palsu dan terlalu ‘CGI’, namun seiring dengan berjalannya waktu, Emerald City (dan tentunya, Oz) tidak lagi nampak memalukan serta menjadi semakin baik dan semakin baik. Apabila Anda ingin merasakan sensasi menjelajahi Oz secara maksimal, maka pilihan menonton dalam format 3D sangat disarankan. Tidak ada kepalsuan di dalamnya, sungguh terasa kemunculan serta kedalamannya. 

Apabila Anda telah menyaksikan versi film tahun 1939, maka tidak susah untuk menebak kemana film akan bermuara. Akan tetapi, bagusnya, sekalipun tidak banyak kejutan yang tersedia (selain identitas siapakah diantara ketiga penyihir dalam film yang merupakan ‘Wicked Witch’), film tetap sanggup membuat saya duduk manis, perhatian tetap tertuju penuh ke layar lebar, serta tiada rasa bosan yang menghinggapi hingga credit title bergulir. Skrip yang dipoles oleh duo David Lindsay-Abaire dan Mitchell Kapner sekalipun tidak luar biasa hebat, namun tetap harus diakui sungguh mengesankan. Mereka berhasil menyuguhkan jalinan penceritaan yang mengasyikkan untuk diikuti dengan sisipan humor segar yang tiada henti-hentinya membuat penonton tertawa terbahak-bahak – khususnya jika itu berasal dari Finley – serta ada sebuah kehangatan dan hati untuk sentuhan terakhir di penghujung kisah. Beberapa referensi halus yang merujuk kepada versi klasik pun turut disisipkan di sela-sela petualangan Oscar di Oz sebagai sebuah ‘homage’. 

Tidak banyak kesenangan yang diraih apabila saat menyimak Oz the Great and Powerful, Anda terlalu sibuk untuk menyandingkannya dengan versi Judy Garland. Keduanya bagus dengan caranya sendiri. Sekalipun ‘Almost Home’ sangat mudah dilupakan dan jauh kelasnya dari ‘Over the Rainbow’ atau James Franco tidak memiliki kharisma yang kuat sebagai penyihir hebat Oz, akan tetapi Sam Raimi berhasil menghantarkan Oz the Great and Powerful sebagai produk hiburan yang memuaskan dengan production value yang mencengangkan. Setidaknya, ada efek khusus, tata rias, tata rambut dan kostum yang dapat dibanggakan serta belum apa-apa diprediksi akan mampu berbicara banyak di penyelenggaraan Oscar tahun depan. Meski Franco tidak lebih dari James Franco di sini, jajaran pemain lain semacam Rachel Weisz, Michelle Williams, dan Mila Kunis masing-masing sanggup bermain dengan kuat, khususnya Williams yang tampil sempurna sebagai Glinda. Skrip yang biasanya cenderung dianaktirikan, terlebih jika efek khusus menjadi perhatian utama, sangat diperhatikan di sini. Petualangan kembali ke Oz yang sekali ini menyibak masa lalu dari ‘pria di balik tirai’ ini memang tidak mencapai tahapan ‘great’ maupun ‘powerful’ seperti judulnya, akan tetapi ini tetaplah sebuah tontonan eskapisme yang menyegarkan. Inilah produk terbaik dari Hollywood di tahun 2013, sejauh ini.

Exceeds Expectations



No comments:

Post a Comment

Mobile Edition
By Blogger Touch