March 27, 2013

REVIEW : OLYMPUS HAS FALLEN


Bagaimana jadinya jika tempat teraman di negeri adidaya – atau bahkan dunia – yakni Gedung Putih berhasil dilumpuhkan secara total oleh sekelompok teroris sehingga berarti tidak lagi tersisa tempat yang benar-benar aman dan tidak terjamah di muka bumi ini? Kekacauan dalam tingkatan yang masif pun hampir dapat dipastikan dengan segera melanda berbagai belahan dunia tatkala rumah kepresidenan di Amerika Serikat berhasil diduduki dengan mudah oleh para teroris yang bengis. Perang dunia akan kembali pecah. Yang menjadi pertanyaan, apakah hal ini akan benar-benar terjadi? Tiada yang tidak mungkin di dunia ini – walau tentunya saya tidak berharap demikian – meski untuk sekali ini, hal tersebut hanyalah bagian dari premis setidaknya dua film Hollywood yang beredar di tahun 2013, Olympus Has Fallen dan White House Down. Judul pertama yang diproduksi oleh Millennium Films lebih dahulu mencuri start pada akhir Maret ini di bawah komando Antoine Fuqua. Sayangnya, belum apa-apa rasa skeptis telah membuncah dengan menilik deretan pemain, sutradara, serta studio yang tergolong bukanlah nama besar di Hollywood. Akankah Olympus Has Fallen sanggup berdiri dengan kokoh atau malah justru runtuh kala disajikan ke khalayak ramai? Mari kita simak. 

Olympus sendiri merupakan kode fiksi yang digunakan oleh Dinas Rahasia Amerika Serikat yang merujuk kepada Gedung Putih. Kejatuhan dari Gedung Putih sendiri bermula dari sebuah kunjungan yang dilakukan oleh Perdana Menteri Korea Selatan pada 5 Juli 2012. Tiada yang menyangka jika pertemuan antara petinggi dari Negeri Gingseng dengan Presiden Benjamin Asher (Aaron Eckhart) tersebut akan berujung kepada malapetaka. Dengan persiapan yang matang serta dilengkapi persenjataan maha canggih, para teroris dari Korea Utara berhasil menyusup ke tempat teraman di dunia tersebut dan melumpuhkannya. Presiden serta beberapa staf penting digiring ke bunker dan menjadi sandera Kang Yeonsak (Rick Yune), salah satu teroris paling dicari di muka bumi. Sementara terjadi kekosongan di tampuk pemerintahan, Allan Trumbull (Morgan Freeman) yang merupakan Juru Bicara Kepresidenan mengambil alih untuk sementara. Kekuatan dari para teroris dibuktikan dengan betapa sulitnya menembus pertahanan mereka serta banyaknya agen yang bertumbangan satu demi satu. Berpacu dengan waktu, satu-satunya harapan Amerika Serikat – dan dunia, tentu saja – tersisa kepada Mike Banning (Gerard Butler), salah satu agen rahasia terbaik sekaligus kepercayaan Presiden Asher yang sempat vakum dari lapangan untuk beberapa saat lantaran sebuah peristiwa traumatis menjelang perayaan Natal yang berkaitan dengan keluarga sang presiden. 

Baiklah, Olympus Has Fallen memang bukanlah sebuah film yang dipersenjatai dengan naskah yang menakjubkan maupun serangkaian dialog yang brilian. Anda tentu sudah mengetahuinya. Segalanya dalam film ini, sangat mudah untuk ditebak dan tentunya... klise. Memang ada satu dua ‘twist’ yang disisipkan oleh duo penulis skrip Creighton Rothenberger dan Katrin Benedikt yang sanggup membuat beberapa penonton berkata ‘Oh, saya tidak menyangka ternyata dia...’ atau ‘Ya Tuhan, ternyata seperti itu...’ meski sebagian besar tentu telah mengira hal tersebut akan datang terlebih jika telah hafal di luar kepala dengan formula yang memang kerap digunakan oleh film sejenis. Pun demikian, segala sesuatu yang berbau klise, mudah ditebak, dan tidak lebih dari sekadar bongkar pasang ini tetap sanggup dikemas menjadi sesuatu yang menyenangkan serta menarik untuk disimak berkat penanganan yang cermat dari Antoine Fuqua yang sebelumnya kita kenal melalui Training Day, Shooter, dan The Replacement Killers serta editing hebat hasil kerja keras dari John Feroua. Sejumlah momen yang sanggup membuat penonton menahan nafas selama beberapa detik pun berhasil dihadirkan. 

Untuk sekali ini, Fuqua menyingkirkan sejenak idealismenya dan benar-benar menyuguhkan sebuah tontonan eskapisme murni bagi penonton. Berbagai adegan tak dapat diterima akal sehat lengkap dengan serba kebetulannya yang kerap menghiasi film heroisme Hollywood pun turut dimunculkannya atas nama hiburan. Fuqua benar-benar menjaga tensi film agar tetap stabil serta cenderung merangkak naik tanpa sekalipun mengendur hanya untuk memberi ruang bagi dramatisasi maupun penjelasan panjang lebar motif para teroris yang melelahkan. Tidak, sama sekali tidak. Dengan ‘pace’ yang melaju kencang tak terhentikan disertai ledakan disana-sini, plus muncratan darah sebagai bonus, adrenalin Anda akan terus dipacu hingga film menyudahi segalanya di menit ke-120. Segala bentuk ketegangan dan keseruan yang hadir di sini tentu tidak bisa dilepaskan dari kinerja departemen efek khusus yang luar biasa. Anda tentu tidak berpikir bahwa Gedung Putih betul-betul dihancurkan hanya demi kebutuhan film, bukan? Ini hanyalah sebuah set khusus yang kemudian diluluhlantakkan dengan bantuan CGI. Sesekali memang terlihat kasar dan palsu (setidaknya di awal film), namun seringkali terlihat meyakinkan dan membuat penonton percaya bahwa Gedung Putih hancur. Mengesankan. 

Meski ini tidak lebih dari sebuah film untuk bersenang-senang, pada kenyataannya jajaran pemain bermain dengan serius yang secara otomatis turut mengangkat Olympus Has Fallen ke tingkatan yang lebih terhormat. Gerard Butler dengan fisiknya yang tegap atletis sanggup merasuk ke jiwa Banning dan tampil beringas tanpa kenal ampun kala berhadapan dengan Kang Yeonsak dan kroni-kroninya. Morgan Freeman, yah... seperti biasa ya, tidak mengecewakan, mengingat ini adalah zona nyamannya maka tiada sesuatu yang benar-benar mengejutkan. Justru yang menarik perhatian saya, di samping Butler dan Aaron Eckhart yang memberikan penampilan terbaik mereka setelah beberapa tahun terakhir cenderung meredup serta Rick Yune yang sangat menjengkelkan, adalah Angela Bassett yang memerankan Kepala Dinas Rahasia yang tangguh serta Melissa Leo sebagai Sekretaris Negara Ruth McMillan yang berjuang habis-habisan melindungi negaranya meski didera siksaan yang tiada berkesudahan dari para teroris. Dua aktris senior ini masih sanggup tampil maksimal sekalipun dalam porsi tampil yang minimal. 

Pada akhirnya, sekalipun Olympus Has Fallen tidak menawarkan sesuatu yang benar-benar segar serta inovatif dalam genre aksi yang bersinggungan dengan dunia politik (atau sebut saja political thriller) namun Fuqua berhasil menyajikan sebuah tontonan yang mampu mengikat penontonnya untuk tetap duduk manis di kursi bioskop sejak menit pertama hingga lampu bioskop dinyalakan. Menyaksikan Olympus Has Fallen bagaikan menerima sebuah bingkisan yang dikemas seolah ala kadarnya namun membuat hati terpuaskan dan riang gembira setelah membukanya. Sebuah kejutan manis yang tidak disangka-sangka. Saya benar-benar terhibur dan berhasil dibuat tegang kala menyaksikan Olympus Has Fallen.

Acceptable



1 comment:

Mobile Edition
By Blogger Touch