January 24, 2013

REVIEW : HANSEL & GRETEL: WITCH HUNTERS


"Some people will say that not all witches are evil, that their powers could be used for good. I say burn them all!" - Hansel 

Jika Hollywood mampu mengacak-acak sejarah hidup dari presiden favorit milik Amerika Serikat, mengapa tidak dengan sebuah kisah dongeng yang telah mendunia? Sejatinya, penceritaan ulang dengan tambahan elemen baru dari sebuah cerita klasik bukan lagi sesuatu yang baru di dunia perfilman. Bahkan, kita baru saja menyaksikannya tahun lalu dimana dongeng kenamaan ‘Snow White’ direka ulang di layar perak dengan tiga penafsiran berbeda dari kepala-kepala yang berbeda pula. Dengan resepsi beragam yang diterima, Hollywood memberi lampu hijau untuk pembuatan versi anyar dari dongeng terkenal lain yang juga dikumpulkan oleh Grimm Bersaudara, ‘Hansel and Gretel’. Hingga saat ini, tercatat setidaknya ada 3 versi Hansel and Gretel yang siap menyapa pecinta film sepanjang tahun 2013. Yang paling pertama, dan yang paling dikenal tentunya, adalah milik MGM Pictures yang diberi judul Hansel & Gretel: Witch Hunters. Haaa... Dari judulnya saja kita sudah bisa menebak apa yang akan dikisahkan dalam versi anyar ini. Dengan sineas asal Norwegia yang namanya menjadi bahan pembicaraan moviegoers sedunia berkat Dead Snow, Tommy Wirkola, ditahbiskan sebagai sutradara, proyek ini sedikit banyak terdengar cukup menjanjikan. 

Berdasarkan versi yang pernah saya lahap hingga tuntas, Hansel and Gretel mempunyai penutup layaknya dongeng kebanyakan, ‘happily ever after’. Sang penyihir berhasil dikalahkan, kakak beradik ini menemukan tumpukan harta milik sang penyihir, membawanya pulang, dan merayakan kemenangan bersama sang ayah yang senantiasa berduka usai istrinya dipanggil Yang Maha Satu. Akhir semacam ini tak akan Anda temukan dalam Hansel & Gretel: Witch Hunters. Mengambil latar bertahun-tahun usai peristiwa traumatis bagi Hansel maupun Gretel di pondok kue milik penyihir keji, dua bersaudara ini masih dirundung kegelapan dan tak pernah memperoleh sedikit pun harta dari nenek sihir. Demi menyambung hidup, Hansel (Jeremy Renner) dan Gretel (Gemma Arterton) berkelana dari satu daerah ke daerah lain dengan menumpas para penyihir jahat yang merisaukan penduduk. Suatu ketika, Walikota Augsburg (Rainer Bock) memekerjakan mereka menyusul hilangnya belasan bocah dari wilayah yang dipimpinnya. Tak mudah rupanya menangani kasus ini. Di samping mendapat hambatan dari Sheriff Berringer (Peter Stormare) yang menjengkelkan, penyihir yang mereka hadapi, Muriel (Famke Janssen), pun bukan sembarang penyihir. Muriel rupanya memiliki keterkaitan erat dengan masa lalu yang Hansel dan Gretel coba singkirkan. 

Hansel & Gretel: Witch Hunters diniatkan sebagai tontonan hiburan di akhir pekan bagi Anda yang penat usai menunaikan ‘tugas negara’. Bertolak ke bioskop terdekat, membeli karcis serta cemilan, tinggalkan logika di lobi bioskop, duduk di kursi empuk, dan nikmati suguhan ‘tak berotak’ nan menyenangkan dari Tommy Wirkola. Apabila Snow White and the Huntsman masih serba tanggung dan tampak malu-malu kala mencoba tampil kelam, maka film yang skripnya digarap Wirkola dan D.W. Harper ini melaju bebas dan mengenyahkan segala ketabuan yang dapat menghalangi proses kreatif. Dengan rating R (17 tahun ke atas) yang diperoleh dari MPAA, Wirkola pun bebas bernakal-nakal ria dengan mempertontonkan tubuh telanjang, muncratan darah, tubuh yang tercabik-cabik hingga organ tubuh yang meledak dan berceceran kemana-mana. Sejak menit pembuka, Witch Hunters telah menghantui dengan nuansa ‘dark’ dan ‘creepy’ serta menunjukkan tanda-tanda bahwa ini akan mendapat ‘treatment’ sebagai film dongeng untuk dewasa yang sangat kelam. Pun demikian, film tidak lantas digiring ke ranah horor penuh teror, melainkan justru lebih suka untuk bermain-main di ranah aksi terlebih di ‘final battle’ dimana desingan peluru menjadi sesuatu yang akrab untuk didengar. 

Bagi yang menggemari sebuah jenis tontonan dimana aksi berpadu manis dengan lontaran berbagai potongan tubuh serta guyuran darah, maka Witch Hunters akan memuaskan Anda. Silahkan berteriak, mengumpat, atau bersorak sorai sesuka Anda. Ditilik dari sisi naskah, tidak ada yang istimewa dari film ini dengan alur yang terbilang mudah diprediksi kemana arahnya. Yang membuatnya menjadi terasa spesial, cara Wirkola dalam mengemasnya. Demi menghantarkan kisah Hansel dan Gretel sang pemburu penyihir, waktu yang dibutuhkan hanya kurang lebih 88 menit. Tidak berpanjang-panjang atau merumitkan segalanya dengan menuangkan berbagai macam bahan ke dalam ‘kuali’ untuk dimasak. Cukup seperlunya dan langsung pada sasaran untuk membahagiakan penonton. Dan memang, segalanya berlangsung cepat dan menyenangkan. Saya benar-benar menikmatinya. Tak sekalipun melongok ke ponsel untuk memastikan berapa menit lagi yang saya butuhkan untuk tersiksa di kursi bioskop. Tak sekalipun. Wirkola sangat murah hati dalam menggeber adegan laga yang seru dan pastinya, penuh darah. Benar-benar sarat akan kekerasan. Ditunjang oleh kinerja departemen tata rias, efek khusus, dan tata artistik yang mengagumkan, hidangan dari MTV Films ini pun kian lezat untuk disantap. 

Jadi... apakah Hansel & Gretel: Witch Hunters layak untuk disaksikan di layar lebar? Tentu, selama Anda tidak keberatan dengan tontonan yang menyuguhkan kekerasan, darah, dan kengerian. Duet maut antara Jeremy Renner dan Gemma Arterton sebaiknya tak Anda lewatkan begitu saja. Sajian hasil olahan Tommy Wirkola ini pun lebih baik Anda saksikan dalam format 3D demi mendapatkan hasil yang maksimal. Tidak hanya memberikan kedalaman gambar, tetapi juga ‘pop-out’ dengan berbagai macam potongan tubuh dilempar ke muka Anda. Tak apa kan sedikit merogoh kocek lebih? Apabila Anda telah dikecewakan oleh Abraham Lincoln: Vampire Hunter dan Snow White and The Huntsman, ada baiknya jajal film ini. Siapa tahu dapat mengobati rasa kecewa yang didapat dari kedua film tersebut. Karena bagi saya, Hansel & Gretel: Witch Hunters adalah sebuah film action-adventure-horror yang penuh dengan kegilaan yang menyenangkan. Brutal, penuh darah, jenaka, menyeramkan, sekaligus menghibur. Mungkin tak ada efek candu di dalamnya, tapi setidaknya saya tak keluar dari gedung bioskop dengan muka kusut.

Acceptable




4 comments:

  1. setuju nih. film ini benar-benar pelepas penat yang cukup berhasil. meski durasi yang sangat singkat sekali.
    btw, boleh tukar link gak?

    ReplyDelete
  2. Oh, tentu saja boleh. Dengan senang hati :) Link blognya apa ya?

    ReplyDelete
  3. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete

Mobile Edition
By Blogger Touch