December 31, 2013

REVIEW : TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK


"Cinta bukan melemahkan hati atau memutus pengharapan tetapi cinta memberikan kekuatan hati dan menumbuhkan pengharapan."

Let’s be honest. Saat pertama kali saya mendengar gagasan diangkatnya sastra klasik Indonesia, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, hasil buah karya sastrawan mahsyur Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau Hamka ke layar lebar oleh rumah produksi penelur Eiffel I’m in Love, Soraya Intercine Films, rasa skeptis dalam diri membumbung begitu tinggi. Ketakutan pula keraguan ini bukannya tanpa alasan, masih segar dalam ingatan bagaimana kejinya MD Pictures dalam menodai kesucian Di Bawah Lindungan Ka’bah tempo hari. Dengan deretan pemain utama yang belum pula teruji kehebatannya – pengecualian untuk Reza Rahadian, tentu saja – maka saya pun kudu menekan ekspektasi hingga ke titik terendah kala menguji cita rasa dari versi film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Dengan tiada sedikit pun pengharapan untuk film, secara mengejutkan, saya justru terlena kala menyaksikannya. Saya sama sekali tidak menduga akan mengacungkan jempol kepada Sunil Soraya atas upayanya dalam mengejawantahkan karya Hamka ke bahasa gambar dengan begitu memikat hati, terlebih setelah dalam beberapa bulan terakhir tak henti-hentinya saya mencibir. 

December 25, 2013

DAFTAR PEMENANG PIALA MAYA 2013

 

Malam penganugerahan Piala Maya 2013 sukses diselenggarakan pada 21 Desember 2013 di Galeri Seni Umaniara de Brawijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Berdasarkan voting secara tertutup yang dilakukan oleh 158 anggota Komite Pemilih (sebutan untuk juri di Piala Maya), Piala Maya 2013 sepakat untuk menobatkan Sokola Rimba sebagai Film Terpilih. Uniknya, sekalipun film garapan Riri Riza tersebut menjadi pemenang utama, Sokola Rimba hanya membawa pulang 2 piala pada malam ini termasuk untuk Kritik Film Terpilih karya Imam Teguh Santoso. 

December 18, 2013

REVIEW : SOEKARNO


"Kemerdekaan bukan tujuan. Kemerdekaan adalah awal. Dan kitalah yang mengawali."

Sebuah film biopik dari tokoh penting dalam sejarah, menjanjikan setidaknya tiga hal bagi para pembuatnya apabila dihidangkan dengan sepatutnya; pendapatan box office yang membumbung tinggi, puja puji dari kritikus, dan piala yang bergelimangan dari berbagai penghargaan film. Lincoln dan (perwakilan dari lokal) Habibie & Ainun telah membuktikannya tahun lalu. Kini, mengharap mengikuti jejak yang sama, Hanung Bramantyo secara nekat mengambil pertaruhan yang sangat tinggi dengan mengejawantahkan kisah hidup dari Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno. Ini jelas bukan perkara yang mudah, cenderung terbilang rumit dan belum apa-apa, setiap keputusan yang dipilih oleh Hanung Bramantyo memantik sederetan kontroversi khususnya dari pihak putri ketiga Sang Presiden, Rachmawati Soekarnoputri, yang melayangkan nota protes lantaran si pembuat film tak patuh pada fakta sejarah. Akan tetapi, mengesampingkan segala kericuhan yang melingkupi film di media yang tak juga mereda, apakah Soekarno adalah sebuah mahakarya dari seorang Hanung Bramantyo? Let’s see

December 10, 2013

REVIEW : 99 CAHAYA DI LANGIT EROPA


"Hei, masalah besar. Aku punya Tuhan yang lebih besar!" - Ayse

Beberapa rekan yang ulasan filmnya menjadi inspirasi saya menulis di akun jejaring sosial pribadi mereka tentang 99 Cahaya di Langit Eropa yang bila ditarik sebuah kesimpulan akan berbunyi: “Merentang panjang melampaui 100 menit, 99 Cahaya di Langit Eropa terasa begitu sunyi, berjalan nyaris datar, sungguh menjemukan, dan nyaris tidak ada kandungan isinya – alias hampa.” Saya sepakat dengan pernyataan itu, yah... setidaknya untuk dua yang pertama. Tidak bisa dipungkiri, alur penceritaan dari film yang adaptasi dari novel laris bertajuk sama yang direka oleh Hanum Salsabiela Rais ini memang tidak bergerak gesit atau melaju secepat kilat melainkan setapak demi setapak, memungkinkan penonton untuk mengenal setiap tokoh utama lebih personal. Namun jika menyebutnya sebagai menjemukan dan hampa, maaf beribu maaf, saya sama sekali tidak sependapat. 99 Cahaya di Langit Eropa adalah satu dari segelintir film reliji yang celotehan ceriwisnya masih bisa saya terima sekaligus mampu merasuk hingga ke dalam kalbu. 

December 8, 2013

DAFTAR PEMENANG FESTIVAL FILM INDONESIA 2013


Siapa yang berjaya di Festival Film Indonesia 2013 (FFI 2013)? Dengan raihan 4 Piala Citra yang meliputi Film Terbaik, Sutradara Terbaik, Pemeran Pendukung Terbaik, dan Penata Suara Terbaik, Sang Kiai yang dipilih untuk mewakili Indonesia di perhelatan Academy Awards tahun depan menjadi pemenang terbesar dalam Malam Puncak FFI 2013 yang diselenggarakan di Marina Convention Center, Semarang, pada 7 Desember. Menyusul di belakang Sang Kiai adalah Habibie & Ainun yang menggenggam 3 piala, salah satunya untuk Reza Rahadian di kategori Pemeran Utama Pria Terbaik. Ini merupakan ketiga kalinya bagi Reza Rahadian meraih Piala Citra setelah Perempuan Berkalung Sorban dan 3 Hati Dua Dunia, Satu Cinta

December 4, 2013

REVIEW : FROZEN


"Some people are worth melting for." - Olaf

Seandainya ulas mengulas sebuah film tidak diizinkan untuk berpanjang-panjang dan saya pun hanya dipersilahkan mendeskripsikan Frozen dalam satu kata saja, maka kata yang saya pilih adalah menakjubkan. Tiada keraguan lagi di dalam diri ini bahwa Frozen adalah film animasi terbaik tahun ini dan salah satu yang berhasil mencuri hati dengan mudah dalam satu dekade terakhir. Bahkan, Anda boleh saja menempatkannya di tingkatan yang sama dengan Beauty and the Beast, Aladdin, atau The Little Mermaid, sebagai karya klasik yang patut dikenang produksi Walt Disney Animation Studios. Sebagus itukah? Ya, setelah masa keemasan dari Walt Disney Animation Studios – biasa disebut sebagai Disney Renaissance – yang berakhir di Tarzan (1999), studio ini seolah kehilangan sentuhan magisnya dan tenggelam di bawah bayang-bayang Pixar yang menjelma sebagai raksasa animasi. Berjuang menghadapi kegagalan demi kegagalan di tahun 2000’an, secercah harapan mulai menampakkan diri dalam wujud The Princess and the Frog, Tangled, dan Wreck-It-Ralph yang begitu menyegarkan. Hanya saja, sekalipun ketiga film tersebut berada di atas rata-rata secara kualitas, namun Frozen adalah yang menandai kebangkitan sesungguhnya dari Disney. 

December 3, 2013

[Preview] DAFTAR FILM INDONESIA SIAP RILIS DESEMBER 2013


Selamat datang di bulan Desember. Tidak terasa, hanya tinggal beberapa hari lagi kita akan menghirup udara dari tahun yang berbeda. Sejumlah sajian penutup yang manis buatan dalam negeri telah dipersiapkan untuk menghibur para pecinta film di Indonesia sepanjang bulan Desember ini. Ada apa saja? Selain sebuah film omnibus yang digarap oleh beberapa aktris ternama, perfilman Indonesia di penghujung tahun 2013 ini akan disesaki oleh film-film biografi dari beberapa tokoh penting di Indonesia serta adaptasi dari novel-novel laris.

Untuk lebih lengkapnya, inilah film-film Indonesia yang dirilis pada Desember 2013:

December 1, 2013

REVIEW : SAGARMATHA


"Pada akhirnya, semua manusia pasti akan sendiri."

Pada awalnya, saya mengira Sagarmatha akan seperti pertemuan antara Laura & Marsha dan 5 Cm – yang telah lebih dahulu rilis. Dua perempuan bersahabat yang berkelana ke negeri orang, memutuskan untuk mewujudkan mimpi mereka... menaklukkan puncak tertinggi di dunia, Himalaya. Terdengar sedikit mirip dengan kedua film tersebut, bukan? Bukan? Oh, baiklah. Kemiripan yang saya harapkan adalah sebuah kebaikan (atau nilai positif) dari masing-masing film; Laura & Marsha untuk konflik yang kerap kali meruncing, sementara 5 Cm untuk pencapaian teknisnya yang mengagumkan. Namun, sungguh sayang beribu sayang, apabila Anda mempunyai ekspektasi yang kurang lebih sama dengan saya, maka bersiaplah untuk kecewa. Dengan kucuran bujet seadanya, memakai konsep gerilya filmmaking, dan proses paska produksi yang tarik ulur, Sagarmatha jelas tidak menawarkan kemewahan dari sisi teknis. Dengan demikian, kekuatan nyaris sepenuhnya bertumpu pada kualitas penceritaan, akting, dan pengarahan. Bisakah tampil gemilang? 

November 29, 2013

REVIEW : EYANG KUBUR


Poster dari Eyang Kubur itu bagus. Meski banyak yang mengatakan desain posternya adalah hasil plagiat dari The Addams Family... dan sebagainya, dan sebagainya... mau tak mau, kudu diakui ini adalah salah satu poster film Indonesia terbaik tahun ini. Menjalankan fungsinya sebagai alat promosi film secara semestinya yang akan membuat siapapun yang melangkahkan kaki ke bioskop membicarakannya (atau minimal, meliriknya). Terbungkus dengan cantik, artistik, dan rapi jali, ada sebuah kesan bahwa produk keluaran Unlimited Production ini layak untuk disantap. Begitu menyilaukan mata. Namun Anda perlu berhati-hati... karena poster ini disinyalir memiliki kemampuan untuk menghinoptis. Efek samping bagi mereka yang memandanginya lebih dari satu detik adalah berjalan menghampiri loket bioskop dan membeli satu (atau lebih) tiket untuk jam pertunjukkan Eyang Kubur. Waspadalah. 

November 25, 2013

REVIEW : SOKOLA RIMBA


"Aku mengajar di tempat ini, tetapi sesungguhnya akulah yang banyak belajar di tempat ini." - Butet

Selama perfilman Indonesia masih memiliki orang-orang seperti Riri Riza dan Mira Lesmana, jangan terburu-buru untuk meredupkan lilin harapan. Mungkin bagi Anda ini terdengar agak berlebihan, tapi pada kenyataannya, mereka merupakan dua dari segelintir pekerja film yang masih berani memertahankan idealisme untuk memajukan perfilman nasional di tengah-tengah iklim yang tidak pernah menentu. Garapan terbaru dari Riri Riza yang diproduseri oleh Mira Lesmana, Sokola Rimba, menunjukkan itu. Diangkat dari buku non-fiksi berjudul sama karya Butet Manurung, duo maut tersebut masih konsisten dalam melahirkan karya yang tidak hanya terkemas secara rapi, hangat, dan indah, tetapi juga memberikan pandangan yang baru, membuka hati, mata, dan wawasan. Sungguh jarang ada sebuah film buatan dalam negeri yang berhasil tampil secara informatif dan edukatif, tetapi tidak terasa cerewet dan pretensius. 

November 23, 2013

REVIEW : THE HUNGER GAMES: CATCHING FIRE


"People are looking to you, Katniss. You've given them an opportunity. They just have to be brave enough to take it." - Gale

Langkah kontroversial yang ditempuh oleh Katniss Everdeen (Jennifer Lawrence) pada akhir jilid perdana The Hunger Games, rupanya bukanlah solusi terbaik baginya untuk mencapai kehidupan yang damai-sentosa-bahagia-untuk-selamanya, setidaknya untuk saat ini. Serentetan konflik yang terlahir di jilid sebelumnya, kembali dikemukakan dalam The Hunger Games: Catching Fire dengan ramuan yang lebih kaya isi. Terjadinya perubahan konfigurasi dalam susunan sutradara, penulis skrip, dan sinematografer turut membawa dampak positif pada jilid kedua yang terasa lebih kokoh ketimbang sebelumnya. Ya, jalinan pengisahan yang cenderung lebih kompleks, penuh dinamika, menggigit, dan akan membuat Anda betah menduduki kursi bioskop hingga menit terakhir yang bisa jadi akan menimbulkan rasa gemas setengah mati adalah apa yang bisa Anda dapatkan kala menyimak The Hunger Games: Catching Fire

November 22, 2013

DAFTAR NOMINASI FESTIVAL FILM INDONESIA 2013 (FFI 2013)


Nominasi Festival Film Indonesia 2013 (FFI 2013) telah diumumkan di Gedung Film, Jakarta Selatan, pada Jumat (22/11). Tidak disangka-sangka, film garapan Upi, Belenggu, mendapat cinta kasih terbanyak dari dewan juri yang dipimpin oleh Slamet Rahardjo. Memimpin dengan raihan 13 nominasi dari 15 kategori yang dibagikan ini sekaligus menandai pertama kalinya dalam beberapa tahun terakhir dimana genre thriller berjaya di ajang ini, terakhir adalah Fiksi (2008). Beberapa nominasi yang digenggam oleh Belenggu meliputi film, sutradara, aktor utama, aktris utama, dan naskah. Bersaing bersama Belenggu di kategori film terbaik adalah 5 Cm, Habibie & Ainun, Laura & Marsha, dan Sang Kiai – yang menjadi perwakilan Indonesia di Academy Awards tahun depan.

November 19, 2013

REVIEW : LAST VEGAS


Terkadang, menekan ekspektasi hingga mencapai titik terendah itu ada untungnya. Saya sama sekali tidak menduga jika akan keluar dari gedung bioskop dengan senyum yang mengembang lebar tatkala menyaksikan Last Vegas. Memang, film ini memiliki ‘dream team’ yang terdiri atas empat aktor veteran penggenggam piala Oscar; Michael Douglas, Robert De Niro, Morgan Freeman, serta Kevin Kline, dan sutradara dengan jejak rekam yang mulus. Belum ditambah premis menggoda yang seolah mengisyaratkan ini adalah versi para lansia untuk The Hangover. Namun setelah The Big Wedding yang menghadirkan mimpi buruk, saya tak mau mengambil resiko. Jangan-jangan, ini akan memberikan efek yang serupa. Kenyataannya, sekalipun dari trailer tak tampak menggoda, ketakutan terhadap Last Vegas sama sekali tak terbukti. Malahan, saya menikmati setiap menit – dari total 105 menit – gelaran dari Jon Turteltaub. Sangat lucu, penuh kegilaan, menyenangkan, dan (ini yang terpenting) tetap terasa hangat. 

November 17, 2013

REVIEW : NOAH: AWAL SEMULA


"Nasib akan mempertemukan kita lagi."

Jika memperbincangkan mengenai musisi atau grup musik dengan pengaruh yang kuat terasa di Indonesia, maka tidak ada alasan untuk tidak menyebut NOAH (dulu dikenal sebagai Peterpan). Di tengah iklim industri musik dalam negeri yang gersang tiada berkesudahan, grup musik ini tak henti-hentinya menciptakan rekor dalam hal angka penjualan album. Ini pun selaras dengan resepsi dari para pemerhati musik yang bernada positif. Kecemerlangan karir yang telah ditorehkan sejak awal 2000-an tetap melaju kencang hingga usia band mencapai angka belasan. Banyak dari kita pun lantas bertanya-tanya, “apa yang membuat NOAH sedemikian istimewanya sehingga publik tak segan-segan untuk memuja, menyembah, dan menjadikan grup musik ini sebagai ‘Tuhan’ mereka?”. Melalui NOAH: Awal Semula, Putrama Tuta yang angkat nama melalui Catatan Harian Si Boy lantas memberikan sebuah akses ke belakang panggung yang tak terbatas kepada khalayak luas. Tujuannya? Membeberkan resep rahasia dari kharisma tak tertahankan milik NOAH. 

November 12, 2013

REVIEW : CARRIE


"The other kids, they think I'm weird. But I don't wanna be, I wanna be normal. I have to try and be a whole person before its to late."

Carrie (1976) versi Brian De Palma adalah sebuah mutiara. Sebuah film horor klasik yang nyaris sulit ditemukan celanya dan begitu layak untuk dihormati dengan sepenuh hati oleh siapapun yang mengatasnamakan dirinya sebagai sineas, penggila, pemerhati, atau kritikus film – terlebih jika memiliki kecintaan berlebih terhadap genre horor. Mengkreasi ulang film legendaris hasil adaptasi novel Stephen King yang telah memiliki pemuja dalam jumlah yang tidak main-main ini dengan memodernisasi beberapa sisi bukanlah perkara yang mudah dan cenderung beresiko tinggi. Katt Shea (The Rage: Carrie 2) dan David Carson (Carrie versi FTV) telah melakukannya dengan begitu memalukan seolah tidak menaruh respek terhadap karya agung De Palma sehingga sudah semestinya diguyur darah babi. Kini, setelah melewati satu dekade sejak remake terakhir, Kimberly Peirce yang angkat nama melalui Boys Don’t Cry mencoba untuk mengambil tantangan yang menganggur bertahun-tahun tersebut dengan menciptakan Carrie generasi YouTube. Akankah kali ini berhasil atau justru bernasib serupa dengan para pendahulu? 

November 10, 2013

REVIEW : ADRIANA


"Untuk bisa merasa kebahagiaan, ada tiga yang harus dimiliki; sesuatu untuk diharapkan, dikerjakan, dan untuk dicintai."

Dalam garapan teranyarnya sekaligus menjadi film ketiga untuk tahun ini, Fajar Nugros mencoba untuk mengambil resiko. Ada sesuatu yang tidak biasa – dan cenderung unik – dalam Adriana. Masih berada di jalur film romantis dengan pangsa pasar utama adalah remaja, namun untuk sekali ini ada bubuhan sejarah yang dimanfaatkan untuk menggulirkan kisah. Huh, sejarah? Ya, si pembuat film dengan suka cita membagi latar belakang dari sejumlah monumen bersejarah di Jakarta yang disajikan dalam bentuk teka teki. Jika Anda telah menyaksikan dwilogi National Treasure yang dibintangi oleh Nicolas Cage, maka boleh dikatakan ini adalah semacam versi Indonesia-nya dengan penekanan lebih pada sisi romantisme. Penonton diajak untuk menyibak teka-teki dari secarik kertas yang menghantarkan pada sisi lain dari Jakarta yang menarik untuk dikuliti demi memenangkan hati seorang gadis. Menggugah selera. 

November 5, 2013

[Preview] DAFTAR FILM INDONESIA SIAP RILIS NOVEMBER 2013


Tak terasa kita telah memasuki bulan November dan hanya dalam hitungan minggu... tahun akan telah berganti. Begitu cepatnya waktu ini berlalu, yah? Sementara hingga bulan ke-11 ini, tercatat hanya ada 2 film Indonesia yang sanggup menembus angka 500 ribu penonton. Harapan demi harapan masih tersebar di November ini dan Anda pun patut bersuka cita karena variasi film yang disajikan sebulan ke depan lebih beragam; kisah percintaan berbalut sejarah, rockumentary band fenomenal, adaptasi buku laris inspiratif, road movie menuju Himalaya, hingga debut perdana Pandji melalui film komedi. 

Untuk lebih lengkapnya, inilah film-film Indonesia yang dirilis pada November 2013: 

November 3, 2013

REVIEW : THOR: THE DARK WORLD


"Ask yourself: what would you sacrifice, for what you believe?" - Malekith

Apabila memperbincangkan soal sekuel dari film superhero, apa yang Anda harapkan? Untuk saya, itu berarti sebuah hidangan yang lebih mewah dan megah dari sebelumnya dengan penceritaan yang lebih kompleks, gelaran aksi plus efek khusus yang kian bombastis, dan (tentunya) villain yang semakin kejam nan sulit untuk ditaklukkan. Beberapa mampu mengabulkannya dengan menghadirkan sebuah sekuel yang lebih perkasa dari sang predesesor, tapi tak sedikit pula yang justru berakhir dengan hambar. Lalu, bagaimana dengan Thor: The Dark World? Anda tentu tak pernah menduga jika ini akan melampaui pendahulunya, bukan? Namun kenyataan yang ada, Thor: The Dark World justru mampu tampil lebih gagah dari jilid pendahulunya. Si nahkoda kapal, Alan Taylor (beberapa episode Game of Thrones, The Sopranos, dan Sex and the City), memberi suntikkan dosis kesenangan yang terbilang tinggi, hingga pada akhir film saya pun mengucap... “hei, ini film yang mengasyikkan!” 

October 23, 2013

REVIEW : WE'RE THE MILLERS


"I've got a bingo!" - Rose

Sekilas, We’re the Millers tak terlampau menggugah selera lantaran ini bagai film komedi perjalanan dewasa lain bikinan Hollywood yang menghadirkan sekelompok orang dalam sebuah perjalanan mengarungi Amerika dengan memanfaatkan kendaraan bermotor. Hal ini sejatinya bukan sesuatu yang baru untuk dikulik. Akan tetapi, premis dari film garapan Rawson Marshall Thurber (Dodgeball: A True Underdog Story) ini kemudian sedikit dipelintir yang bisa jadi akan membuat Anda tergoda untuk mencicipinya; sekelompok orang asing berpura-pura menjadi satu keluarga Amerika yang bahagia (atau justru dysfunctional family?) demi menuntaskan misi menyelundupkan barang ilegal. Terdengar lebih baik dari sebelumnya? Oh, tentu saja, dan apabila Anda tidak keberatan dengan lawakan We’re the Millers yang gila-gilaan, cenderung tak mengenal tata krama, dan nyerempet-nyerempet vulgar, maka film ini akan membuat Anda puas. 

October 19, 2013

REVIEW : CAPTAIN PHILLIPS


"Look at me. I'm the captain now." - Muse

Captain Phillips adalah salah satu dari segelintir film di tahun ini yang pesonanya begitu susah untuk ditampik hanya dengan menilik premis dan materi promosinya. Coba bayangkan, Paul Greengrass berkolaborasi bersama Tom Hanks untuk sebuah film bergenre action-thriller yang beranjak dari peristiwa nyata dan melibatkan perompak. Sungguh menggoda selera, bukan? Ini pun menandai kembalinya Greengrass ke kursi penyutradaraan setelah 3 tahun beristirahat dan berselang 7 tahun usai merakit ulang kisah pembajakan pesawat United Airlines Flight 93 melalui United 93 yang berkualitas tinggi. Greengrass yang namanya mengangkasa usai membidani dua seri film Bourne ini kembali untuk melahirkan sebuah sajian yang bahan dasarnya kurang lebih serupa. Hanya saja, apabila sebelumnya berlangsung jauh di atas awan, maka untuk sajian kali ini yang didasarkan pada memoar berjudul A Captain’s Duty: Somali Pirates, NAVY SEALs, and Dangerous Days at Sea dipindahkan ke perairan luas. 

October 17, 2013

REVIEW : PRISONERS


"Pray for the best, but prepare for the worst." Keller

Natal tiba lebih awal! ... yah, setidaknya itu bagi para penikmat film di Indonesia yang tengah dimanjakan oleh grup 21 dengan sederetan film berkualitas di atas rata-rata kontender awal peraih Oscars pada bulan Oktober yang biasanya kering kerontang. Usai Rush dan Gravity, sekarang hadir Prisoners. Ini adalah film Hollywood perdana olahan Denis Villeneuve, sutradara asal Kanada yang mendadak naik daun setelah Incendies dianugerahi nominasi Best Foreign Language Film di Oscars 2011 dan menempati top 10 list versi kritikus serta moviegoers berbagai negara. Demi mengulang kejayaan seperti yang diraihnya melalui Incendies, tuturan yang diberlakukan di Prisoners pun tidak jauh berbeda. Hanya saja, kali ini memeroleh dukungan dari ensemble cast yang pastinya menarik perhatian dan tone film dibawa lebih kelam, suram serta dingin a la neo-noir yang membuatnya sulit untuk tidak dibandingkan dengan garapan David Fincher. Sekalipun, pada akhirnya, hasil akhir tidak sedahsyat film yang melambungkan nama si pembuat film, Prisoners tetaplah merupakan sebuah film crime-thriller kelas wahid yang akan membuat emosi Anda terkoyak-koyak kala dan usai menyaksikannya. 

October 14, 2013

REVIEW : MANUSIA SETENGAH SALMON


"Nyari rumah itu kayak nyari jodoh. Cocok-cocokkan. Nggak bisa langsung ketemu." - Ibu

Semoga Anda belum bosan dengan Raditya Dika karena dia akan kembali lagi melalui film ketiganya di tahun 2013 ini! Ya, setelah Cinta Brontosaurus yang laris manis (masih bertengger di urutan pertama film Indonesia terlaris 2013 dengan nyaris 900 ribu penonton) dan Cinta Dalam Kardus yang manis nan unik, Dika siap untuk kembali menyapa penggemarnya setelah istirahat selama, errr... 3 bulan, melalui Manusia Setengah Salmon. Dengan basis penggemar yang luas dan besar, maka tidak sulit untuk bagi keluaran terbaru ini untuk mengungguli pencapaian kedua pendahulunya dari segi kuantitas. Namun bagaimana dari sisi kualitas? Well... bagi Anda yang tergabung dalam jajaran fans, maka tak usah risau karena sekuel dari Cinta Brontosaurus ini masih menawarkan guyonan khas Dika yang akan tetap membuat Anda terpuaskan, sementara bagi Anda dari kalangan non-fans... bersiaplah untuk dibuat terkejut. Dibanding sang predesesor, Manusia Setengah Salmon adalah sebuah peningkatan. Ini lebih lucu, lebih berisi, lebih mengena, lebih jujur, lebih hangat, dan lebih quotable

October 8, 2013

REVIEW : GRAVITY


"I hate space!" - Ryan Stone

Terkesima dengan mulut menganga lebar, tiada bisa mengucap satu patah kata pun, dan mata terbelalak memandangi layar lebar adalah ekspresi yang didapat usai menyaksikan Gravity di bioskop. Hening untuk beberapa saat, kekaguman membuncah di dada, hingga lupa untuk memberikan standing ovation. Oh, atau mungkin hanya saya yang terlalu pemalu. Lalu apa yang terjadi saat melangkahkan kaki meninggalkan gedung bioskop, saya kudu berjuang mengatur nafas untuk kembali normal seperti sedia kala lantaran Alfonso Cuaron (Y Tu Mama Tambien, Harry Potter and the Prisoner of Azkaban, Children of Men) juga telah menyebabkan efek sesak nafas, terlebih bagi saya yang memiliki riwayat claustrophobia. Damn you, Cuaron! Hingga beberapa menit (atau bahkan jam) ke depan, saya pun masih mengalami kesulitan untuk ‘move on’ dan malah sibuk merencanakan untuk kembali ke bioskop demi sekali lagi merasakan pengalaman sinematik luar biasa yang didapat dari menyimak Gravity dalam format 3D. Sungguh, Cuaron telah menyajikan sebuah mahakarya yang melampaui semua pengharapan, bahkan untuk ekspektasi yang membumbung tinggi sekalipun! 

October 4, 2013

REVIEW : RUSH


"A wise man can learn a lot from his enemies, rather than a fool from his friends" - Niki Lauda

Seorang kawan membagi pendapatnya perihal Rush kepada saya melalui sebuah pesan singkat, sekalipun dia belum menontonnya, “saya yakin ini tidak lebih dari film balap mobil biasa dimana adrenalin dipermainkan saat sejumlah pembalap F1 adu kecepatan di arena balap. Klise.” Nyatanya, apa yang diutarakan oleh kawan saya ini... melenceng dari perkiraan. Rush bukan hanya sekadar sajian ringan yang menggelar kisah dimana nyawa film bergantung sepenuhnya kepada arena balap yang ramai, berisik, dan penuh gejolak, namun melampaui itu semua. Sang sutradara, Ron Howard, turut mengajak penonton untuk menyelami lebih dalam bagaimana kehidupan dua legenda F1 yang berseteru di lapangan, James Hunt dan Niki Lauda. Apa mimpi besar mereka, bagaimana kerasnya perjuangan untuk mencapainya, hingga sederetan konflik yang menguji keteguhan hati demi mencapai posisi yang diimpikan. Di bawah penanganan Howard yang telah terbiasa dalam meracik sebuah film biografi dari tokoh-tokoh ternama, Rush hadir sebagai sebuah suguhan yang tidak hanya mampu membuat adrenalin terpacu, tetapi juga sanggup mempermainkan emosi penonton habis-habisan. Jelas, ini adalah salah satu film terbaik tahun ini. 

September 29, 2013

REVIEW : INSIDIOUS: CHAPTER 2


"How dare you!!!"

Dua tahun silam, Insidious hadir menyemarakkan bioskop Indonesia tatkala tengah dilanda paceklik film-film dari enam grup besar. Kala itu tak banyak harapan yang disematkan terhadap film ini sekalipun James Wan (dan rekannya Leigh Whannell) memiliki jejak rekam yang terbilang bagus dalam dunia film horor. Tapi apa yang kemudian terjadi, sama sekali di luar bayangan saya. Bisa-bisanya, untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun terakhir saya keluar dari gedung bioskop dengan tubuh yang terkulai lemas. Suguhan yang tadinya dipandang sebelah mata, tak dinyana ternyata luar biasa ganas dalam membuat penonton ketakutan! Dengan cepat, word of mouth pun tersebar ke berbagai penjuru, berdampak pada meledaknya film berbiaya minim ini. Ketika torehan akhir melampaui prediksi siapapun, sekuel pun dipersiapkan. Berselang dua tahun dari jilid pembuka, Insidious: Chapter 2 menyapa penonton. Wan berniat untuk mengulang kembali kegemilangannya dalam membangkitkan bulu kuduk penonton. Akan tetapi, dengan formula yang tidak jauh berbeda dengan sebelumnya ditambah fakta teror The Conjuring masih belum luntur sepenuhnya dari ingatan, akankah Insidious: Chapter 2 sanggup meninggalkan kesan mendalam bagi para penonton, khususnya mereka yang jatuh hati dengan jilid awal? 

September 25, 2013

REVIEW : MALAVITA


Malavita atau yang dikenal juga sebagai The Family atau We’re a Nice Normal Family kala dirilis di negara-negara tertentu, memiliki daya tarik yang tak terbantahkan – setidaknya untuk penikmat film. Betapa tidak, hanya dengan melihat posternya, kita telah melihat ada nama-nama menjanjikan sekaligus menggiurkan; Luc Besson, Martin Scorsese, Robert De Niro, Michelle Pfeiffer, Tommy Lee Jones, dan si Quinn Fabray yang cantik dari serial televisi Glee... Dianna Agron! Lalu, Malavita pun dibekali dengan premis yang cukup unik dan mengundang selera; program perlindungan saksi untuk keluarga mafia. Belum lagi, Besson pun tidak segan-segan untuk menjumput sejumlah referensi terhadap film gangster (sebut saja Goodfellas dan Married to the Mob). Ckck. Dengan segala daya tarik ini, tentu tiada alasan untuk melewatkannya begitu saja, bukan? Terlebih setelah saya menyimaknya – dengan ekspektasi yang meninggi, tentu saja – Malavita rupanya sesuai dengan apa yang bisa saya harapkan. Menghibur, lucu, dan menegangkan! 

September 20, 2013

REVIEW : KEMASUKAN SETAN


"Gue udah nggak sabar pengen ketemu setan!" - Eddy

Kapan terakhir kali Anda menyaksikan film horor buatan dalam negeri yang mampu membuat Anda diliputi rasa tidak nyaman, terlonjak berulang kali dari kursi bioskop, dan sesekali enggan untuk menatap ke layar? Untuk saya, itu adalah empat tahun silam kala menyimak Keramat garapan Monty Tiwa. Selepas itu, tiada lagi yang benar-benar membekas di ingatan – walau dalam beberapa bulan terakhir ada yang lumayan semacam Hi5teria, Tali Pocong Perawan 2, hingga 308 – terlebih kian lama kian banyak sineas serakah yang seenak udelnya mengoyak-oyak genre horor dengan mencampurinya bumbu komedi garing dan seks murahan dimana dari sisi penceritaan pun tidak lebih dari copy paste. Ugh! Maka ketika ada sebuah film seram asal Indonesia yang rilis, belum apa-apa sikap skeptis sudah terpatri. Ini pula yang berlaku saat saya hendak menyaksikan Kemasukan Setan garapan Muhammad Yusuf – yang tahun lalu baru saja menelurkan The Witness. Akankah ini berbeda dari film sebelum-sebelumnya atau tak lebih dari sekadar pengulangan yang menyiksa? Well... usai melahap Kemasukan Setan, saya harus mengatakan... masih ada harapan bagi film horor Indonesia untuk kembali bangkit! Film ini tidaklah seburuk yang dikira banyak orang, malahan... justru sama sekali tidak buruk. 

September 15, 2013

REVIEW : KICK-ASS 2


"You don't have to be a bad-ass to be a superhero. You just have to be brave." - Mindy

Apakah Anda masih ingat dengan superhero rekaan Mark Millar dan John Romita, Jr. bernama Kick-Ass yang memulai debutnya di layar lebar pada tahun 2010 silam? Tidak selayaknya karakter superhero lain yang beraksi dalam memberangus kejahatan dibekali oleh kekuatan super, keahlian khusus, atau perlengkapan maha canggih, Kick-Ass beraksi... hanya dengan bermodalkan kenekatan – dan kostum yang dibelinya di eBay. Boom! Tapi, siapa yang akan menduga jika konsep superhero tanpa kekuatan super (dan tidak lebih dari sekadar remaja nerd biasa yang memakai kostum berwarna hijau) akan dengan mudah disukai oleh para kritikus film dan masyarakat? Tentu saja, tidak dapat disangkal, percampurannya dengan kekerasan gila-gilaan dan komedi satir lah yang membuatnya kian menarik. Dengan raihan mencapai lebih dari $96 juta dari peredaran seluruh dunia, maka kesempatan untuk mewujudkan sebuah sekuel pun tak disia-siakan begitu saja. Namun yang kemudian menjadi pertanyaan, dengan Matthew Vaughn (sutradara film pertama) ‘membelot’ untuk bergabung dengan X-Men dan pengarahan diserahkan kepada Jeff Wadlow (Never Back Down, Cry_Wolf), akankah Kick-Ass 2 mampu menggila seperti sang predesesor? Let’s see! 

September 14, 2013

Short Reviews : CINTA/MATI, RIDDICK & ARBITRAGE


Cinta/Mati 

Setelah sebuah pengkhianatan, Acid (Astrid Tiar) berniat untuk mengakhiri hidupnya. Hanya saja rencana untuk bunuh diri berakhir dengan kegagalan dan justru memertemukan Acid dengan Jaya (Vino G Bastian). Apa yang terjadi kemudian adalah Ody C Harahap, sang sutradara, mengajak penonton untuk mengikuti ‘perjalanan satu malam’ antara dua manusia ini yang dituturkan dengan gaya yang unik, penuh tawa dan emosi, manis sekaligus mengiris hati. Sedikit banyak mengingatkan pada Before Sunrise dan Lovely Man, topik pembicaraan semalam suntuk yang diapungkan oleh Acid dan Jaya memang tak terlampau luas lantaran hanya mencakup pada cinta, hidup, dan kematian, namun ada makna mendalam yang menyentil terkandung di dalamnya. Obrolan yang sejatinya berat dan tak mengenakkan – lantaran bersinggungan dengan kematian – disampaikan secara santai sehingga film pun terasa mengasyikkan untuk disimak terlebih chemistry yang terjalin antara Astrid Tiar dan Vino G Bastian sungguh luar biasa. Saking apiknya akting mereka, sampai-sampai third act yang lajunya tak terkontrol dan melantur kemana-mana pun masih bisa termaafkan. 

Exceeds Expectations 

September 10, 2013

Short Reviews : PERCY JACKSON: SEA OF MONSTERS & R.I.P.D.


Percy Jackson: Sea of Monsters 

Sutradara asal Jerman, Thor Freudenthal, ditunjuk menggantikan Chris Columbus untuk menggarap Percy Jackson: Sea of Monsters yang sekali ini menyoroti petualangan Percy (Logan Lerman), putra Poseidon, bersama kawan-kawannya dalam mengarungi Amerika Serikat demi menemukan ‘bulu domba emas’ yang berkhasiat untuk menyembuhkan pohon pelindung di Camp Half-Blood yang tengah sekarat. Tak seperti Columbus yang masih sanggup menyuntikkan cukup banyak energi hingga film mencapai klimaks, Freudenthal sudah terengah-engah kehabisan nafas tatkala memasuki pertengahan film. Memang masih ada beberapa kesenangan yang didapat di sini; salah duanya melibatkan taksi gaib dan Nathan Fillion, namun secara keseluruhan, ini adalah sebuah penurunan dari jilid pertamanya. Dengan penceritaan yang begitu mudah ditebak kemana arahnya, Freudenthal tidak memberikan bumbu penyedap sedikit pun demi mengikat penonton sehingga yang terhidang ke penonton adalah sebuah sajian yang datar, hambar, dan menjemukan. Percy Jackson: Sea of Monsters tidak lebih dari dongeng pengantar tidur. 

Acceptable

September 5, 2013

REVIEW : THE MORTAL INSTRUMENTS: CITY OF BONES


"Demons exist across the world, in their varying different forms." - Jace

Sejujurnya, saya sudah mulai lelah dengan berbagai film adaptasi dari novel fiksi young-adult yang mendadak mewabah usai seri Harry Potter dan Twilight memeroleh respon luar biasa di seluruh dunia. Segera saja, para produser rakus di Hollywood itu latah membeli hak cipta berbagai macam novel fiksi; dari mulai yang laris bak kacang goreng hingga yang nyaris tak terdengar gaungnya, dan dari yang berkualitas jempolan hingga yang seolah asal jadi demi mengikuti tren. Entah sudah berapa macam pengekor yang dilempar ke bioskop hingga kini, namun yang pasti hanya The Hunger Games yang mampu menggaung sementara sisanya cenderung melempem. Seolah belum kapok, City of Bones, jilid pertama dari enam seri The Mortal Instruments karya Cassandra Clare, pun ikut-ikutan dipinang demi diterjemahkan ke dalam bentuk bahasa gambar. Pengharapan dari pihak Constantin Film sebetulnya sederhana saja, mengulang kejayaan dari The Twilight Saga. Namun dengan kualitas penggarapan The Mortal Instruments: City of Bones yang sungguh memprihatinkan, maka pengharapan sederhana ini pun sayangnya menjadi terkesan... muluk-muluk. Duh. 

September 3, 2013

[Preview] DAFTAR FILM INDONESIA SIAP RILIS SEPTEMBER 2013


September ceria... September ceria... Ada apa di September yang seharusnya ceria ini? Well... usai Agustus yang rupanya tidak sesemangat seperti yang diharapkan, maka di bulan ini berupaya untuk ditebus. Dengan Manusia Setengah Salmon diundur penayangannya ke bulan berikutnya, maka setidaknya ada 7 film yang bertarung di bulan sembilan. Genre yang diusung lebih bervariatif; komedi, horor, aksi, romansa, hingga drama keluarga. 

Untuk lebih lengkapnya, inilah film-film Indonesia yang dirilis pada September 2013: 

September 2, 2013

REVIEW : ONE DIRECTION: THIS IS US


"They don't know me, but they love me!" - Directioner

Saya telah mengenal One Direction sejak mereka masih tidak lebih dari sekadar lima pemuda biasa yang mencoba peruntungan untuk menembus industri musik dengan mengikuti ajang The X-Factor Inggris musim ketujuh. Dengan penampilan yang kerap kali, errr... di bawah rata-rata, maka adalah suatu kejutan boyband ini dapat bertahan hingga tiga besar. Kejutan lainnya, mereka bahkan bisa bertahan di industri musik! Lalu, siapa pula yang akan menduga jika usai lulus dari acara realitas tersebut mereka akan dengan cepat menjadi besar seperti sekarang ini? Hanya dalam kurun waktu kurang dari satu tahun, mereka telah mendunia, dipuja disana sini, dan melibas habis Rebecca Ferguson serta Matt Cardle. Dengan ketenaran One Direction yang kian membumbung tinggi, maka hanya tinggal menunggu waktu seseorang akan mencetuskan ide untuk membuat film konser tentang mereka... yang mana (tentu saja) itu pun tidak perlu menunggu waktu lama untuk diwujudkan. Yang lantas menjadi pertanyaan (seperti yang sudah-sudah), akankah One Direction: This Is Us ini dapat dinikmati oleh mereka yang bukan fans? Well... dengan adanya Morgan Spurlock – yang menelurkan sebuah film dokumenter ciamik, Super Size Me – di belakang kemudi, maka seharusnya ini tidak akan menjadi sesuatu yang buruk. 

August 24, 2013

REVIEW : ELYSIUM


"I promise you, one day I'll take you to Elysium." - Max

Money can’t buy happiness... huh? Yakin? Sutradara asal Afrika Selatan, Neill Blomkamp, yang menggebrak dunia melalui debut penyutradaraan film panjangnya, District 9, tampaknya tak sepenuhnya setuju dengan Anda. Dia jelas meyakini, uang mampu membeli apapun yang kita butuhkan – termasuk kebahagiaan – setidaknya di sekitar 100 tahun mendatang. Tanpa adanya uang berlimpah, apa yang didapat tak lebih dari sekadar hidup penuh penderitaan dan kesengsaraan di bumi yang kian tak layak untuk dihuni manusia (dan akan dengan segera menjadi favorit Wall-E!) lengkap tanpa fasilitas kesehatan yang menunjang. Maka, satu-satunya pilihan hidup yang bisa Anda pilih adalah menjadi orang kaya bergelimang harta. Elysium yang menjadi garapan teranyar dari Blomkamp dimana kru pendukungnya masih dipenuhi oleh orang-orang yang sama dari District 9, mencoba untuk menyenggol isu seputar kesenjangan sosial yang kian lama kian tak bisa dimaafkan ini. Sekalipun tak lantas menjadi sekuat film perdananya, Elysium tergolong berhasil dalam menyatukan jalinan penceritaan yang mengikat penuh kritik sosial dengan gelaran aksi a la film musim panas yang hiruk pikuk. 

August 19, 2013

REVIEW : THE CALL


‘911, what’s your emergency?’, 
‘Help me, please’,
‘Ma’am, calm down and tell what’s wrong.’ 

Anda tentu sudah tidak lagi asing dengan rangkaian dialog ini. Seorang pria/wanita terjebak dalam situasi genting, panik, lalu memutuskan untuk menghubungi 911, dan suara lembut (biasanya seorang wanita) dari operator gawat darurat menyambut dengan ramah. Yang kerap kita simak adalah bagaimana si korban memberi laporan mengenai kondisi yang menimpanya, lalu beberapa saat kemudian bantuan datang dalam wujud polisi atau pemadam kebakaran. Sementara si operator yang mencatat segala macam keluh kesah (dan bisa jadi berjasa menyeret si pelapor keluar dari masalah), tetap menjadi misteri. Rasa-rasanya, kita tidak pernah melihat bagaimana sosok, kinerja, hingga rupa tempat kerja mereka dalam film Hollywood. Apakah benar si penerima telepon adalah benar-benar berwujud manusia atau jangan-jangan...? Baiklah, sebelum Anda berfantasi terlampau tinggi dan menciptakan berbagai macam teori tentang konspirasi, sineas Brad Anderson melalui film teranyarnya, The Call, berbaik hati untuk mengajak penonton mengintip sepak terjang dan suka duka dari operator 911 di dalam The Hive (sebutan untuk ruang kerja mereka yang berisik). 

August 17, 2013

[Special] LIEBSTER & SUNSHINE AWARD


Beberapa hari lalu, rekan-rekan sesama movie blogger (ucapkan halo kepada Movievora, Zerosumo, dan Movfreak) mencolek saya dengan maskulin supaya saya turut berpartisipasi dalam memeriahkan ‘Liebster & Sunshine Award’. Saya pun bertanya-tanya, penghargaan apa lagi ini? Usut punya usut, rupanya ini hanyalah ajang seru-seruan yang isinya super duper acak dan bisa jadi tak terlalu penting (fakta kehidupan hingga pertanyaan seputar film). Meski demikian, award ini pun berguna untuk menemukan blog seru yang mungkin belum pernah Anda dengar sebelumnya dan mengenal lebih jauh mengenai blog favorit Anda. Atas colekannya, saya ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Movievora, Zerosumo, dan Movfreak

August 13, 2013

REVIEW : GET M4RRIED


 "Apa kamu mau terima aku jadi teman gila-gilaanku seumur hidupku sampai maut memisahkan kita?"

Dengan raihan jumlah penonton yang masih sanggup melampaui angka setengah juta penonton, maka tiada alasan bagi Starvision Plus untuk memberhentikan seri Get Married dengan mudah. Ya, Get Married 3 boleh jadi memeroleh resepsi yang tidak membanggakan dari sisi kualitas film secara keseluruhan, tapi toh dari sisi bisnis, ini masih menguntungkan, bukan? Monty Tiwa dan Cassandra Massardi yang berkontribusi besar dalam merosotnya kualitas jilid ketiga, kembali direkrut Chand Parwez untuk sebuah proyek penebusan dosa. Get Married 4 (atau ditulis dengan Get M4rried) kudu mengembalikan franchise ini ke jalur yang benar. Kepercayaan para penikmat film (atas sebuah franchise yang dulunya dimulai dengan sangat hebat) yang telah ternodai kudu dikembalikan. Pertanyaannya, bisakah? Well... saya yang sepenuhnya skeptis akan kelanjutan seri ini, harus mengatakan betapa saya sangat terkejut bahwa Get M4rried sungguh menyenangkan untuk disaksikan. Benar-benar menghibur! 

August 6, 2013

REVIEW : LA TAHZAN


"Jangan pernah tertipu kulit luar yang terlihat bagus karena belum tentu dalamnya seperti yang di luar." - Yamada

Bukan, bukan, film teranyar keluaran Falcon Pictures bertajuk La Tahzan ini tidak memiliki keterkaitan dengan buku fenomenal berjudul sama hasil buah karya Dr. ‘Aidh Al-Qarni. Yang justru menjadi sumber utama, sebuah cerita karangan Ellnovianty Nine yang terkumpul dalam antologi ‘La Tahzan for Students’ – buku yang memuat kumpulan kisah perjuangan para pelajar Indonesia di Jepang. Sekalipun didasari pada buku inspiratif, pada kenyataannya, film yang pada awalnya memiliki titel Orenji ini tak benar-benar menyoroti pada sepak terjang pelajar Indonesia dalam menggapai mimpi di negeri matahari terbit. Danial Rifki (dalam debutnya sebagai sutradara) memilih untuk menggiring La Tahzan ke ranah drama percintaan penuh lika-liku yang dibubuhi bumbu religi. Hasilnya? Memang, film tidak diberkahi dengan naskah yang gemilang, namun dengan jajaran pemain dan tim produksi yang solid, apa yang kemudian terhidang kepada penonton adalah sebuah sajian yang menyenangkan, jenaka, serta sangat manis. 

July 30, 2013

[Preview] DAFTAR FILM INDONESIA SIAP RILIS AGUSTUS 2013


Setelah bulan Juli yang cenderung adem ayem dari serbuan film nasional lantaran bertepatan dengan bulan suci Ramadhan, maka untuk bulan Agustus, serbuan ke bioskop kembali dilancarkan yang dimulai dengan tradisi tahunan yakni melalui 'Lebaran Movies' dimana kali ini menghadirkan 3 film; dua adaptasi buku laris dan satu sekuel. Selain itu, ada pula film remaja terbaru keluaran Maxima Pictures, drama komedi yang menyatukan Vino G Bastian dengan Astrid Tiar, serta film kembalinya Julia Perez di minggu-minggu terakhir Agustus. 

Untuk lebih lengkapnya, inilah film-film Indonesia yang dirilis pada Agustus 2013 : 

July 29, 2013

REVIEW : THE CONJURING


"There's a lady in a dirty nightgown that I see in my dreams. She's standing in front of my mom's bed." - Cindy

Setidaknya selama satu pekan terakhir, film teranyar dari James Wan, The Conjuring, tak henti-hentinya disebut oleh berbagai rekan saya di jejaring sosial. Berbagai ulasan positif menyertai, bahkan beberapa berani menyebutnya sebagai ‘film horor paling menyeramkan yang pernah ditontonnya’. Benarkah itu? Well... tentunya tergantung preferensi beserta sudut pandang masing-masing individu. Setelah saya menyaksikannya dengan mata kepala sendiri beberapa hari silam, saya kudu mengacungkan dua jempol kepada Wan dalam upayanya menakuti-nakuti penonton yang terbilang berhasil. Memang saya tak akan menyebut ini sebagai film terseram yang pernah dibuat oleh Hollywood (ada yang lebih membuat saya tidak bisa tidur nyenyak di malam hari), namun jelas ini adalah salah satu yang paling mencekam khususnya di beberapa tahun terakhir. The Conjuring sanggup membuat saya tidak bisa duduk nyaman selama 112 menit di dalam bioskop lantaran terlalu sibuk untuk terlonjak, berteriak, dan kemudian tertawa. Benar-benar sebuah suguhan yang mengganggu, memberi perasaan tidak mengenakkan, dan (tentunya) menegangkan. 

July 8, 2013

REVIEW : WHITE HOUSE DOWN


"Get your hands off my Jordans!" - President James Sawyer

Mulai detik ini, Gedung Putih kudu mulai mengetatkan keamanan, melipatgandakan kesiagaan, dan menaruh kewaspadaan kepada... Hollywood. Betapa tidak, hanya dalam kurun waktu 3 bulan, mereka telah dengan sukses membombardir simbol paling disegani di negeri adidaya sampai-sampai sistem pemerintahan pun tiarap. Antoine Fuqua mengawali pembajakan Gedung Putih melalui Olympus Has Fallen dengan merekrut ‘rekan-rekannya’ dari Korea Utara yang bertindak sebagai eksekutor. Baru juga fase rekonstruksi berlalu dan trauma belum sepenuhnya menguap, Roland Emmerich ikut-ikutan ambil peran dalam meluluhlantakkan gedung pemerintahan Amerika Serikat tersebut. Sekalipun mempunyai satu misi satu visi dan satu tujuan, keduanya memilih mengambil pendekatan yang berbeda dalam hal eksekusi. Tatkala sang kakak lebih serius, brutal dan berdarah-darah dalam ‘menjalankan misi’ maka sang adik cenderung lebih ‘lembut’, santai, penuh canda tawa, namun lebih jor-joran dalam kaitannya dengan penghancuran. 

July 3, 2013

REVIEW : DESPICABLE ME 2


"Bottom!"

Saat pertama kali ditayangkan pada tahun 2010, Despicable Me menjadi salah satu kejutan yang menyenangkan. Film animasi produksi Illumination Entertainment ini tak dinyana-nyana mampu meraup untung besar (dengan raihan lebih dari $500 juta di seluruh dunia), memeroleh respon memuaskan baik dari kritikus maupun penonton, dan melejitkan Minion sebagai ikon film animasi modern. Dengan hasil gemilang semacam ini, maka tiada mengherankan lampu hijau dengan mudah dinyalakan untuk pembuatan proyek lanjutan. Membutuhkan waktu sekitar 3 tahun bagi duo sutradara, Pierre Coffin dan Chris Renaud, untuk menampilkan kembali kisah klasik seputar pertarungan antara si baik dan si jahat. Selayaknya sebuah sekuel, maka Despicable Me 2 pun dihadirkan dengan lebih besar, lebih konyol, lebih gegap gempita, dan tentunya... lebih banyak Minion. Sekalipun tidak lantas menjadi lebih inovatif dari sebelumnya khususnya di sisi penceritaan, namun jika berbicara mengenai kesenangan, Despicable Me 2 melampaui si predesesor. 
Mobile Edition
By Blogger Touch