September 23, 2012

REVIEW : TED


"Ted, you mean everything to me, and so does Lori. I mean, I'm just trying to find a way to keep you both in my life." - John 

Apakah Anda pernah melewati sebuah masa dimana Anda berharap mainan atau boneka milik Anda bisa hidup dan mengajak bermain bersama? Mengucap doa, atau malah justru merapal mantra, tapi keajaiban yang dinanti-nantikan tidak kunjung menghampiri. Saat usia semakin bertambah dan pikiran semakin matang, kita pun menyadari bahwa harapan masa lalu ini adalah sebuah kekonyolan yang hanya mungkin terjadi di alam mimpi atau sebuah film. Pun begitu, jauh di dalam lubuk hati, saya masih menyimpan secercah pengharapan walau akal sehat menolaknya. Seth MacFarlane yang namanya melejit berkat serial animasi kurang ajar, Family Guy, mengulik permasalahan ini dalam film panjang perdananya, Ted. Dia menciptakan sebuah karakter berbentuk boneka beruang yang dapat berbicara. Ini bukan pertama kalinya bagi MacFarlane melahirkan sebuah karakter yang absurd atau berwujud binatang yang dapat berbicara karena sebelumnya dia telah memunculkannya dalam Family Guy, American Dad! maupun The Cleveland Show. Tidak berbeda dengan para pendahulunya, Ted (disuarakan oleh Seth MacFarlane) pun mempunyai bentuk fisik yang bikin gemes namun senantiasa nyinyir, berperilaku kasar, cabul, dan kurang ajar. 

Sejatinya, Ted tak lebih dari sekadar ‘buddy movie’ yang menyoroti dua sahabat yang enggan untuk tumbuh dewasa dan segala bentuk konsekuensi yang mau tak mau kudu diterima sebagai sebuah jawaban atas pilihan yang telah mereka buat. Yang membuatnya sedikit berbeda adalah pilihan MacFarlane untuk menempatkan sesosok boneka beruang yang bisa berbicara sebagai si ‘antagonis’ dalam kerumitan mengambil sebuah keputusan besar dalam hidup. Dengan begini, film pun memasukkan unsur fantasi ke dalamnya. Si ‘protagonis’ adalah John Bennett (Mark Wahlberg), pria berusia 35 tahun dengan pekerjaan mentok di tempat persewaan mobil. Sang kekasih, Lori (Mila Kunis), gerah melihat John tidak kunjung belajar untuk bertanggung jawab atau membuat keputusan sementara sebentar lagi usia memasuki kepala empat. Lori melihat Ted sebagai virus yang harus disingkirkan dari kehidupan John. Akan tetapi, tentu saja tidak mudah untuk meminta Ted pergi begitu saja meninggalkan John terlebih mereka telah bersahabat sejak John masih berusia 8 tahun. Kala itu, John cilik (Bretton Manley) yang kesepian, melayangkan harapan ke bintang jatuh untuk menghidupkan boneka beruang miliknya. Tak dinyana, Tuhan menjawab permintaan John cilik. Ted hidup, dan dengan segera menjelma menjadi bintang cilik kesayangan publik. 

Tanpa dibekali bakat yang mumpuni, popularitas Ted dengan cepat meredup. Penonton tidak dibiarkan untuk melihat proses jatuhnya seorang bintang tanpa bakat karena itu bukanlah yang menjadi inti cerita dari Ted. Setting waktu dimajukan hingga 27 tahun ke depan, dan kita langsung menyaksikan kehidupan dua sahabat yang berantakan ini. Si Teddy Bear telah menjelma menjadi boneka yang pemalas, gemar berpesta, dan main perempuan. Hidupnya dihabiskan sebagian besar di atas sofa seraya menghirup ganja dan menonton ‘Flash Gordon’. Tidak ada masa depan cerah yang membayangi, maka sungguh wajar jika Lori terpaksa memberi ultimatum kepada John untuk memilih dia atau sang sahabat. Perkara seperti ini telah Anda saksikan berulang kali dalam film yang berbeda-beda, dan mayoritas memberikan konklusi yang kurang lebih sama. Dalam Ted, MacFarlane dan kedua rekan di departemen penulisan naskah, Alec Sulkin dan Wellesley Wild, pun tak berusaha untuk menyajikan alur konflik yang berbeda. Justru keklisean inilah yang membuat penonton mudah terkoneksi dengan film. Penonton merasa iba kepada Lori, dan jengkel kepada Ted maupun John. Terberkatilah para penulis yang dianugerahi para bintang yang bermain di atas rata-rata disini. Selain Mark Wahlberg dan Seth MacFarlane yang tidak perlu diragukan lagi pesonanya, film juga mendapat sokongan akting mumpuni dari Mila Kunis, Giovanni Ribisi sebagai penggemar berat yang menyeramkan, serta Joel McHale yang memainkan peran sebagai bos Lori. Semenjak bertransformasi menjadi angsa hitam, Kunis kian matang saja dari film ke film. Disini pun dia mampu mengimbangi performa Wahlberg dan MacFarlane yang kuat mendominasi. 

Apabila Anda sudah terbiasa menyaksikan komedi dengan rating R (17 tahun ke atas) khas Amerika maupun serial-serial ciptaan MacFarlane, khususnya Family Guy yang mempunyai tone yang sangat mirip dengan film ini, maka Anda tidak akan lagi terkejut dan mampu melahap film ini dengan hati riang gembira. Layaknya tingkah laku si boneka beruang, Ted pun luar biasa kasar. Ledakan tawa penonton di dalam gedung bioskop diciptakan melalui komedi fisik, jokes yang bersinggungan dengan kentut, serta mulut kotor Ted yang sepertinya sangat perlu dicuci dengan sabun. Tidak terhitung berapa jumlah selebriti, ‘pop culture’ serta isu sensitif yang diserang dengan sangat kejam dan tanpa ampun di sepanjang film. Yang membekas di ingatan saya, beberapa diantara ‘korban’ meliputi Katy Perry, Pink Floyd, Superman versi Brandon Routh, Bridget Jones' Diary, Octopussy, Airplane!, Sinead O’Connor, Taylor Lautner, Susan Boyle, kepercayaan tertentu hingga serangan 9/11. Walaupun terkadang keterlaluan, khususnya bagi masyarakat Timur yang masih menjunjung tinggi unggah-ungguh, namun saya berhasil tertawa terbahak-bahak nyaris sepanjang film. It’s hilariously funny, dude! Trio MacFarlane, Sulkin, dan Wild, telah menciptakan sebuah film komedi fantasi yang bagi saya nampak sebagai ‘Christmas movie’ yang penuh dengan kegilaan, sentilan, lucu, menyenangkan, namun tetap punya hati. Penonton memang tak henti-hentinya dibawa dari satu pesta ke pesta lain, hanya mengikuti Ted dan John untuk menyia-nyiakan waktu berharga mereka, namun pada akhirnya penonton diajak untuk merenungi makna dari kedewasaan, tanggung jawab, komitmen serta belajar membuat keputusan.

Outstanding 



1 comment:

  1. Film gila! Gue ngakak mulu nggak ada habisnya nonton film ini. Si Ted ini unyu, tapi pengen banget gue tendang kalau udah mulai ngomong. Hahaha. Sumpah baru kali ini gue nonton film sampai keluar air mata gara2 ngakak pol.

    ReplyDelete

Mobile Edition
By Blogger Touch