August 30, 2012

REVIEW : STEP UP: REVOLUTION


"When the mob speaks, everyone listens" - Sean 

Jika Anda menggemari film tari-tarian tak peduli seburuk apapun naskahnya, maka Step Up: Revolution haram hukumnya Anda lewati begitu saja terutama jika sebelumnya Anda telah melakukan dosa besar dengan menyaksikan StreetDance 2 yang errr... layak untuk dilempar ke tong sampah. Franchise Step Up yang dimulai pada tahun 2006, tidak hanya berjasa mengangkat karir Channing Tatum serta memertemukannya dengan sang pendamping hidup, namun juga kembali mempopulerkan ‘dance film’ yang sempat marak di akhir tahun 70’an hingga 80’an. Tak butuh waktu lama untuk menunggu kemunculan film-film bergenre serupa yang sayangnya tidak satupun yang mampu untuk mengungguli, atau setidaknya menyamai, kualitas dari sang pelopor. Satu persatu bertumbangan, sementara franchise ini semakin menguat dari seri ke seri. Step Up jilid awal masih kebingungan antara membagi porsi romansa dengan tarian yang membuatnya menjadi serangan empuk para kritikus yang tidak tahu cara bersenang-senang. Belajar dari kesalahan, Step Up 2: The Streets memperbanyak porsi adegan tari yang membuat seri ini mulai dilirik publik internasional. Puncaknya adalah Step Up 3D yang mengukuhkan franchise ini sebagai ‘dance movie’ paling apik dan tersukses pada saat ini dengan suguhan koreografi tari yang mengesankan serta 3D-nya yang eye popping. 

Pertanyaan mendasar sekaligus pertanda munculnya keragu-raguan yang diajukan oleh mereka yang telah menyaksikan jilid sebelumnya, apakah Step Up: Revolution mampu memberikan tampilan yang berbeda dan tak sekadar sebuah proyek yang copy paste? Ini wajar, terlebih pada umumnya franchise yang telah mencapai ‘masa puncak kejayaan’ akan merosot drastis ditilik dari segi apapun ketika dipaksa untuk dilanjutkan ke seri berikutnya. Beruntung, instalmen keempat ini mendapat dukungan dari tim yang solid. Rasa pesimistis berhasil ditepis. Step Up: Revolution, sekalipun bukan yang terbaik dari franchise Step Up, tetaplah sebuah ‘dance movie’ yang keren dan mengasyikkan untuk ditonton. Tidak usah ambil pusing dengan naskahnya yang tidak jauh berbeda dengan ketiga film sebelumnya. Naskah garapan Adam Shankman dan ketiga rekannya ini hanyalah pelengkap dan pemanis belaka, serta dimanfaatkan untuk menghantarkan tokoh utamanya seperti yang dilakukan oleh jilid sebelumnya. Sekalipun klise dan mudah ditebak, namun bangunan plot yang didirikan oleh Shankman tidaklah secetek dan selembek StreetDance 2 sehingga masih membuatnya layak untuk ditampilkan dalam format film layar lebar. Sementara untuk koreografi tari dan gimmick 3D-nya, tidak usahlah Anda pertanyakan lagi. 

Step Up: Revolution yang menyoroti fenomena ‘flash mob’ yang tengah naik daun beberapa tahun belakangan ini, mengambil latar belakang kota Miami yang eksotis dengan pemandangan wanita-wanita seksi berbikini yang segera saja memanaskan gedung bioskop hanya beberapa menit setelah logo Summit Entertainment disorotkan ke layar. Jalan cerita utama belum bergeser masih mengikuti pakem yang ada, menampilkan dua pemain utama yang cantik dan tampan dengan tubuh atletis yang dipersatukan karena sebuah tarian, sebuah grup tari, serta elemen-elemen klasik dari film yang bertutur soal ‘kejarlah mimpimu’. Dalam film arahan Scott Speer ini, ada dua mimpi yang berbeda. Pertama, grup tari bernama The Mob yang mendambakan uang sebesar $10 juta dari sebuah kontes di Youtube demi mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Kedua, seorang gadis kaya bernama Emily (Kathryn McCormick) yang impiannya untuk menjadi penari profesional ditentang keras oleh ayahnya, William (Peter Gallagher). Kedua mimpi ini dipertemukan oleh Sean (Ryan Guzman), pemimpin The Mob, yang jatuh hati kepada Emily. Seperti yang sudah-sudah, Emily pun bergabung dengan The Mob meski Eddie (Misha Gabriel), sahabat Sean, setengah hati menerima kehadirannya. Ketika William berencana menggusur pemukiman warga dimana para personil The Mob tinggal untuk dibangun sebuah hotel, Emily mengajukan sebuah usul. The Mob tidak lagi menampilkan flash mob hanya untuk kesenangan belaka, tetapi juga sebagai media untuk mengutarakan pendapat. Mereka melayangkan protes kepada perusahaan William dengan menggunakan ‘Seni Protes’ berwujud flash mob. 

Seperti biasa, tak ada keterkaitan dalam hal cerita antara Step Up: Revolution dengan ketiga film sebelumnya. Agar tetap memiliki benang merah, maka dihadirkan kembali Moose (Adam Sevani) dan beberapa anggota The Pirates dari Step Up 3D walau jatah tampilnya sangat sebentar. Pemain utamanya adalah muka-muka baru dengan Ryan Guzman dan Kathryn McCormick ditempatkan di garda terdepan. McCormick yang merupakan jebolan dari acara realita kompetisi So You Think You Can Dance, tidak mewakili almamaternya itu sendirian. Dia didampingi Mia Michaels, Phillip Chbeeb dan Stephen ‘tWitch’ Boss di depan layar, sedangkan Travis Wall, Jamal Sims, Christopher Scott, dan Adam Shankman mendukung dari belakang layar. Bagi saya yang memang menggemari acara ini, maka menyaksikan mereka berkolaborasi dalam satu film adalah suatu hiburan tersendiri. Mereka dengan kompak, bersama dengan anggota tim yang lain, menghasilkan sebuah suguhan yang menghibur dalam Step Up: Revolution. Kekhawatiran akan hasil yang mengecewakan, nyatanya tidak terbukti. 

Memang, pada akhirnya, kita pun akan menyandingkannya dengan Step Up 3D. Akan tetapi, koreografi tari yang dimunculkan disini tetaplah kelas wahid. Bahkan, ada kalanya rutin tarian disini lebih keren ketimbang jilid sebelumnya. Simak saja adegan di galeri dimana Travis Wall, Jamal Sims, Christopher Scott dan Chuck Maldonado selaku koreografer mencampurkan contemporary dance yang cantik dengan seni. Jangan lupakan pula ‘aksi protes The Mob’ yang merupakan bagian terbaik dari film ini. Dengan dua tarian cakep hadir di pertengahan film, berdampak pada final dance sequence yang terkesan biasa dan kurang wah. Saya merasa film ini pun cenderung berakhir dengan anti klimaks. Sedangkan untuk pemilihan lagu-lagu yang menemani setiap adegan dari film ini pun tak bisa lebih tepat lagi meskipun cukup disayangkan tidak ada tembang ‘memorable’ macam Low atau Club Can’t Handle Me. Goin’ In yang sudah cukup familiar di telinga, malah ditempatkan saat credit title bergulir. 3D yang menjadi ‘menu andalan’ selain koreografi tari, sama sekali tidak mengecewakan. Malahan, salah satu pemanfaatan 3D terbaik untuk tahun ini. Tapi teteuuupppp... jilid ini tidak memiliki laser dan cipratan air yang eye popping seperti jilid sebelumnya. Haha. Pun begitu, sulit untuk menampik bahwa Step Up: Revolution adalah sebuah hiburan musim panas yang menyenangkan. Koreografi tarinya tertata rapi dan cantik ditemani musik hip hop dan RnB yang berdentum keras senantiasa membuat kaki tidak berhenti bergoyang.

Acceptable



2 comments:

  1. see!
    film ini tidak seburuk orang-orang pikirkan. setidaknya masih layak untuk disaksikan!

    ReplyDelete
  2. Yup, saya masih bisa menikmatinya. Koreografi tarinya cantik sekali. Franchise 'Step Up' memang belum pernah mengecewakan saya :)

    ReplyDelete

Mobile Edition
By Blogger Touch