April 2, 2012

REVIEW : LOVE IS U

“Nggak, nggak, nggak kuat… Nggak, nggak, nggak kuat…” Lho, lho, itu kan kutipan lirik ‘Playboy’ tembang milik 7 Icons? Tenang, jangan keburu protes dulu. Sepenggal lirik ini bukan bermaksud untuk membandingkan siapa yang lebih superior antara 7 Icons dengan Cherrybelle, melainkan hanya ungkapan hati saya saat menyaksikan film debut dari Cherrybelle di bioskop, Love is U. Saking tidak kuatnya, saya sampai ingin menggigit kursi yang ada di depan saya. Sial sekali waktu itu saya memutuskan untuk tidak memiliki segelas minuman bersoda dan berondong jagung yang bisa saya telan bulat-bulat ketika jengkel. Dan lebih sial lagi, pulsa di handphone sedang menipis. Maka satu-satunya cara untuk menghilangkan rasa bosan yang sudah mencapai ubun-ubun adalah memandangi personil Cherybelle satu persatu secara cermat. Strategi jitu? Nampaknya, apalagi setelah menyaksikan film ini saya mendadak jatuh cinta setengah mati dengan girlband ini, seolah-olah mereka adalah sekumpulan bidadari yang baru saja turun dari langit.

Menyaksikan Love is U membuat saya tidak tahan untuk segera menyandingkannya dengan Fantasi, Spice World, Purple Love hingga Baik-Baik Sayang yang memiliki tujuan yang senada, memanfaatkan sejumlah orang atau sebuah band yang tengah naik daun demi menumpuk pundi-pundi. Sekalipun empat film tersebut memiliki kualitas yang pas-pasan, jalinan ceritanya yang menghibur membuatnya menjadi semacam ‘guilty pleasure’ bagi sebagian orang, termasuk non-fans. Sayangnya, ini tidak terjadi pada Love is U. Naskah buatan Jamil Aurora kelewat datar, sementara Hanny R. Saputra tidak bisa berbuat banyak. Alhasil, dengan dialog yang membosankan, akting yang ‘begitu deh’, setting yang melulu disitu-situ saja dan nyaris tidak dihiasi dengan percikan konflik yang bikin gregetan, tentu Anda sudah bisa membayangkan betapa menyiksanya film ini. Jika memang sejak awal tujuan dibuatnya film ini adalah sebagai media promosi, sepertinya dikemas dalam bentuk film konser seperti Hannah Montana atau Glee adalah pilihan yang lebih baik. Memaksakannya muncul sebagai sebuah film layar lebar sementara hampir seluruh aspek belum siap hanya akan mempermalukan diri sendiri.

Agak mengherankan sutradara sekelas Hanny R. Saputra bersedia menerima tawaran film dengan naskah yang bahkan lebih lemah dari FTV sekalipun ini. Para personil Cherybelle dikisahkan tengah dikarantina menyusul kegagalan mereka tampil secara kompak dalam sebuah pertunjukkan. Layaknya Akademi Fantasi Indosiar, kita pun disuguhi dengan tayangan seputar kehidupan sehari-hari para personil Cherybelle saat mereka berlatih koreografi, vokal, hingga bersantai bersama di tempat karantina. Agar tidak monoton, maka sejumlah bumbu penyedap berupa konflik antar personil, konflik dengan anggota keluarga dan konflik dengan para pelatih pun dicemplungkan. Apakah bumbu-bumbu ini membuat Love is U menjadi terasa lezat? Oh, sayang sekali tidak. Menyebalkan, ya. Serentetan konflik yang berpotensi memanaskan suasana, dimunculkan sepotong-sepotong dengan penyelesaian yang serba mudah. Penyelesaian konflik selalu ditandai dengan personil Cherybelle yang saling berpelukan, menangis bersama, lalu melantunkan tembang “Beautiful”, “Love is You”, dan “I’ll Be There For You” berulang-ulang hingga saat Anda keluar dari gedung bioskop, tanpa sadar Anda telah hafal dengan lirik tiga lagu tersebut. Saya tidak sedang menonton salah satu episode Teletubbies kan?

Pada akhirnya, kemunculan Love is U di layar lebar memang hanya untuk memuaskan dahaga para ‘Twibi’ dan ‘Twiboy’ yang seakan belum puas melihat idolanya bersliweran di layar kaca setiap hari. Love is U adalah bentuk pengkultusan terhadap Cherybelle. Hanya para fans yang akan jejeritan atau bertepuk tangan setelah film berakhir. Sementara mereka yang tidak terlalu mengenal girlband ini, atau malah membencinya, akan menepuk jidat mereka berulang-ulang dan mengacak-acak rambut, kecuali mereka tahu cara mengatasi kebosanan. Menyaksikan sembilan gadis dengan cara berbusana, cara berbicara, menangis, marah, hingga tertawa dengan cara yang nyaris serupa ditambah perilaku kekanak-kanakan yang dibuat-dibuat tentu bukan pemandangan yang menyenangkan, meski mereka luar biasa cantik. Jika ada yang bergembira ria, maka sekali lagi itu hanyalah fans Chibi, (dan anehnya) saya. Karena saya sudah luar biasa putus asa mencari kegembiraan di tengah gurun yang gersang. Ketika rasa haus dan lapar mulai menyerang, apapun terlihat lezat.

Troll

4 comments:

  1. Wah, Cherrybelle.... Gw nggak suka film drama sich, coba ini film action, mungkin gw tonton... Hehe...

    ReplyDelete
  2. Di tempat gw yg ngantri ini film rata-rata cewek seumuran SD atau SMP. Awalnya gw bingung ini film apaan, kok yg ngantri banyakan bocah-bocah? Pas liat posternya, ternyata filmnya si Cherrybelle...

    ReplyDelete
  3. Nggak coba nonton filmnya, pet? Siapa tahu kamu suka dan mendadak ngefans sama Cherrybelle. Chibi chibi chibi ^0^

    ReplyDelete
  4. eh penasaran nih sy, kok masnya mau nonton ini?

    ReplyDelete

Mobile Edition
By Blogger Touch